Tong… Tong… Tong…

Suara berat ketukan itu sudah terdengar beberapa kali? Di dalam kapal selam yang gelap gulita, hanya bintik lampu merah dari kamera rekorder menjadi satu-satunya sumber cahaya. Saya terus berpikir apa mungkin yang bisa membuat suara seperti itu di luar.

Saya sepertinya sudah terjebak selama satu jam di kapal selam semenjak penyelaman. Mungkinkah ikan yang bergerak ke kapal selam tadi? Tetapi bagaimana mungkin ikan bisa mengetuk kapal selam sekeras itu? (Untuk mengeluarkan bunyi sekeras itu, perlu dipukul sangat keras, apalagi di tekanan air setinggi dasar palung). Atau mungkinkah ….

TONG! THONG! THONG!!

Saya terperanjat. Pukulannya lebih keras lagi. Seolah-olah orang luar yang mengetuk pintu marah, karena tuan rumah tidak mau membukakan pintu untuknya. Tetapi ini sinting. Posisi saya di Challenger Deep. Titik terdalam palung di dunia. Apapun yang di luar itu, tidak mungkin adalah manusia. Karena tubuh manusia tidak akan bisa bertahan di bawah tekanan ini.

Mungkinkah dari pihak militer? Mungkin karena saya masuk palung tanpa izin, sehingga pihak militer mencari saya? Militer seharusnya memiliki teknologi cukup canggih…. Tidak, tidak. Kalau benar seharusnya mereka menghubungi saya melalui radio. Mungkin monster dasar laut?

Jujur aku mulai panik. Pikiran saya semakin kacau. Mungkin faktor karena di dalam sini sangat gelap, saya berada di bawah titik terdalam bumi, dan juga fakta kapal selam mati. Ini antara hidup dan mati….

Apakah biasanya detik-detik menjelang kematian orang seperti itu…?

 

Tidak! Tidak! Saya harus memikirkan cara untuk mengaktifkan kapal selam lagi. Saya mencoba memutar kenop untuk menyalakan mesin. Tetapi masih belum bisa. Kuulangi lagi. Masih belum bisa….

Ah! Saya teringat! Pelampung darurat! Untungnya kapal selam ini ada pelampung darurat. Mengaktifkan pelampung ini otomatis akan membuat kapal selam ini akan terangkat naik ke permukaan! Saya pun mulai mengaktifkannya. Untungnya sistem darurat ini tidak berkaitan dengan listrik, sehingga kapal selam mati sekalipun tetap bisa digunakan.

Sekejap, saya merasakan kapal selam mulai bergerak naik. Untunglah, saya bisa lolos dari maut. Walau hasil penelitian ini gagal, tetapi setidaknya saya bisa selamat. Walau memang butuh dana tidak sedikit, tetapi yang terpenting masih bisa dicari..

THANG!!

Tiba-tiba posisi saya menjadi miring. Ah! Kapal selam saya miring! Sesuatu entah apa menabrak kapal selam saya! Saya melihat keluar jendela. Tetapi tidak ada apa-apa yang bisa terlihat. Lampu sorot mati. Sehingga luar sana hanya warna hitam saja.

Bzz…

Bzzzz…

Suara radio yang dari tadi sunyi tiba-tiba mulai nyala sendiri. Mungkin tim Brian di permukaan sana sudah berhasil memperbaiki jaringan komunikasi?

“Brian!” saya berteriak. Berharap ada yang membalas.

Bzzzzzzzzz….

Tidak ada suara dari sana. Hanya suara statis yang keluar.

“Brian!! Kalian mendengarku?!”

“Bzzz… Dia… bzzz… hidup ”

 

Saya langsung terdiam. Suara itu tidak mirip suara Brian, atau siapapun. Suaranya parau. Sekalipun kualitas radio sangat buruk, saya pasti mengenali suara teman-teman saya sendiri. Suara mereka, tidak mungkin seperti itu. Ini.. Ini orang lain…

“Bzzz ambil tubuhnya… bzzz…”

Ada suara yang satu lagi. Ternyata ada dua orang yang berkomunikasi. Dan tanpa sadar radio saya menyadapnya? Jadi benar ini adalah militer Amerika? Mereka ingin menangkapku?

“Tolong saya! Saya tahu saya bersalah! Mohon jangan melukaiku!” saya berteriak ke radio.

“Bzzzz… melawan… naik…”

Percuma, mereka entah mengacuhkan saya, atau memang tidak bisa mendengarkan saya.

 

THANGG!!!

Arrgh. Mereka menghantam kapal saya lagi. Posisi saya miring, tetapi sesaat kemudian kembali tegak lurus.

Lalu beberapa saat kemudian saya mulai mendengar suara gesekan yang sangat keras. Tepat di atas saya. Sepertinya ada yang membuka paksa pintu kapal selam.

Jangan…

KRIIIIEEEK

Mohon jangan…

Saya menatap ke atas. Saya melihat air mulai menetes masuk dan membasahi kepala saya. Kalau sampai terbuka… Saya tahu ajal mendekatiku. Semakin lama suara di atas semakin keras. Dan tiba-tiba saja pintu di atas terbuka. Saya mengira air bah akan tumpah ke dalam kapal selam. Tetapi ternyata tidak. Hanya sedikit tetesan air.

Saya mendongak ke atas. Tetapi di atas sana masih tetap gelap gulita. Saya memicingkan mata juga tidak melihat sesuatu. Saat melihat ke atas, tiba-tiba lampu sorot menyala. Saya langsung menoleh karena kesilauan. Tetapi saya menangkap bayangan orang.

Tiba-tiba saya mendengar suara televisi. Memang agak aneh mendengar suara televisi. Tapi saya pikir mungkin saya ditahan pihak militer Amerika, karena menyelam di palung tanpa pemberitahuan atau sejenisnya. Saya mencoba merangkak naik.

Entah kapan, kapal selam saya sudah berada di dalam ruangan. Padahal tadinya saya merasa masih dalam perjalanan mengapung ke permukaan. Saya duga suara dentangan dan guncangan pada kapal selam tadi adalah karena mereka memasukkan kapal selam saya ke dalam kapal mereka. Itu sebabnya kapal saya saat ini ada di dalam sebuah ruangan. Saya rasa ini adalah ruangan kapal selam yang lebih besar.

Di ruangan situ dinyalakan dengan lampu neon. Pipa-pipa terhubung di dinding ruangan. Di ujung sana terdapat satu pintu yang sedang tertutup. Saya melihat sekeliling tidak ada siapa-siapa.

Kemudian saya menoleh mencoba cari tahu suara televisi. Sepertinya ada di balik pintu tersebut.

Aneh, saya pikir kalau saya ditahan militer, seharusnya saya akan dihadapkan dengan petugas bukan? Mengapa tidak ada siapapun di sini? Kalau begitu untuk apa mereka menahan saya?

pintu-ganggang

Saya berjalan mendekati pintunya mencoba membuka. Pintu ini menggunakan sistem ganggang yang diputar. Untungnya kenop pintunya tidak terlalu keras, sehingga dengan gampang saya bisa membuka pintu. Di balik pintu kembali sebuah rungan. Dengan televisi yang menempel di dinding sedang menayangkan siaran berita.

Hanya seperti itu?

Aneh. Jadi ruangan saya ini hanya ada dua ruangan. Ruangan pertama ada di kapal selam tadi, dan ruangan yang satu lagi adalah ruangan yang sekarang saya berdiri. Sebuah ruangan kosong dengan televisi menyala. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan pipa, sama seperti sebelumnya. Tidak ada tempat lain lagi selain pintu yang saya masuk barusan.

Tiba-tiba saya merasa ketakutan. Apakah mungkin saya terkurung? Tetapi kalau begitu mengapa saya terkurung di sini? Apa tujuannya? Saya mencoba mendekati televisi, mencoba mencari apakah ada sesuatu. Tidak ada apa-apa. Televisi ini pun tidak ada tombol atau apapun.

Saya penasaran apa yang sedang ditayangkan televisi itu. Apakah itu berita sekarang atau hanya rekaman? Saya melihat pembawa berita. Seorang pria berusia 30an membawa berita tentang wabah virus yang melanda di Korea Selatan.

berita-mers

Ah, saya sudah tahu berita itu. Kalau tidak salah virus flu unta yang datang dari timur tengah sana. Entah kenapa berita ini sangat menarik sekali (mungkin karena saya terkurung di sini dan tidak ada kerjaan). Saya semakin terbuai dengan tayangan televisi itu. Mungkin bukan karena televisi, mungkin karena saya sudah sangat capek dengan kejadian menegangkan tadi. Saya merasa santai sekali. Suara televisi juga terdengar semakin sayup-sayup.

Antara setengah tidur dan setengah sadar saya menatap televisi. Kenyataannya ini menentukan hidup mati saya. Dan di saat itu jugalah, saya berhadapan dengan makhluk asing yang luar biasa. Cerita selengkapnya akan saya lanjut ke bagian ketiga.

(Bersambung)