Pertemuan saya dengan dua perempuan tidak banyak membawa hasil. Yang satu belum siuman dan yang satu lagi mentalnya belum stabil. Dua-duanya tidak memungkinkan saya untuk menarik informasi. Tetapi setidaknya saya sudah mendapat informasi dari perawat lokasi mereka ditemukan. Jadi dari situlah saya mencari petunjuk lagi.

Saya menuju rumah sakit tua yang sudah kosong hampir sepuluh tahun. Rumah sakit ini terakhir ditinggalkan karena adanya indikasi lokasi tanah yang mulai melembek, sehingga bangunan tersebut tidak aman lagi ditempati. Dari luar fisiknya terlihat persis seperti rumah sakit angker di film atau video game. Mengapa perempuan itu mau pergi ke sini?

Saya masuk ke area lobi. Terlihat meja resepsionis yang sudah lapuk.

Saya melihat hampir semuanya tertutup debu ataupun sarang laba-laba. Walaupun samar-samar saya bisa melihat bagian tertentu yang lapisan debunya lebih tipis. Kemungkinan itulah tempat yang dia lewati. Kalau dilihat-lihat, ternyata dia tidak pergi ke semua tempat. Dia hanya berjalan di lantai 1, area sekitar lobi.

Tangga menuju lantai dua tidak ada tanda-tanda dilewati orang. Begitu pula ke ruangan dalam. Jadi penasaran, saya mencoba kembali ke belakang meja resepsionis tadi dan mengeluarkan lacinya.

Di dalam laci itu ada sebuah kertas bertulisan tangan. Tetapi tulisan ini saya tidak mengerti. Sepertinya aksara bahasa asing atau mungkin aksara kuno. Entahlah. Yang pasti kertas ini masih baru, jadi sang perempuan itu meletakkannya.

Saya kembali mencoba menyusun kembali pecahan-pecahannya kembali. Jadi sang perempuan itu, datang ke rumah sakit, kemudian meletakkan kertas ini, lalu entah bagaimana jatuh pingsan. Akhirnya dia ditemukan gelandangan, dan dibawa ke rumah sakit. Dan tiba-tiba saja kondisi mentalnya tidak stabil…

Tiba-tiba telintas di benak saya, orang gelandangan! Dia tentu bisa memberi saya informasi lebih lanjut. Tetapi kemana saya bisa mencarinya. Saya keluar dari rumah sakit. Dan mencoba berkeliling sebentar dari area tersebut. Harapannya sangat kecil menemukannya, tetapi tidak ada salahnya mengecek dulu.

Dan ternyata memang ada penemuan di belakang rumah sakit. Ada sebuah tenda yang dibuat dari ala kadarnya di situ. Kemudian ada alas dari kertas kardus di bawahnya dan beberapa alat kehidupan sehari-hari yang diletakkan di sana. Dan ada satu orang yang berpakaian kumal duduk sambil menikmati roti. Rambutnya berkumis dan berjenggot. Usianya mungkin di 40 tahunan.

“Permisi Pak…” sapa saya.

Begitu melihat saya dia langsung berdiri, wajahnya menunjukkan kebingungan tetapi waspada.

“Maaf, mau bertanya apakah Bapak yang menolong seorang perempuan beberapa hari lalu?”

Setelah mendengar pertanyaan saya, dia baru menghela napas. Wajahnya kembali santai dan mempersilakan saya duduk.

“Ah ya benar. Maaf tadi saya mengira kamu salah satu rentenir yang menagih utang. Sudah lama, saya sengaja tinggal di sekitar sini untuk menghindari lintah darat brengsek itu. Ada yang bisa saya bantu? Anda polisi?”

Supaya tidak membesar-besarkan, saya bilang saja salah satu wartawan koran lokal. Dan saya tertarik dengan kasus perempuan yang dia temukan.

“Saya mulai tinggal di belakang rumah sakit semenjak beberapa bulan yang lalu. Seperti kamu tenda saya di situ. Nah di hari itu kebetulan saya ada di tenda, dan tiba-tiba mendengar teriakan perempuan. Awalnya saya tidak mengindahkannya. Tetapi teriakannya tidak berhenti, jadi saya akhirnya memutuskan untuk mencoba menengok. Ketika saya sudah melihatnya, orangnya sudah tergeletak pingsan di lobi rumah sakit. Buru-buru saya bawa dia ke rumah sakit, takut terjadi apa-apa.”

“Mengapa kamu tidak langsung menolongnya begitu mendengar teriakan?”

Si gelandang itu menatap saya. Kemudian menjawab dengan agak segan, “Soalnya rumah sakit itu terkenal angker. Jadi bagaimana mungkin saya berani tinggal di dalam? Saya pikir teriakannya… Saya pikir… kamu ngerti kan? Apalagi selama ini rumah sakit itu selalu kosong…”

Saya mengangguk.

“Setelah mendengar beberapa kali. Saya mulai merasa janggal. Jangan-jangan memang ada orang di sana. Dan selanjutnya seperti yang kalian ketahui…”

“Ketika di sana, Anda tidak melihat siapa-siapa?”

“Tidak. Tidak ada siapa-siapa. Rumah sakit ini memang angker di dalamnya. Saya pun bingung apa yang dilakukan perempuan itu.”

“Apa Anda pernah melihat kertas ini sebelumnya?” saya sambil mengeluarkan kertas aksara asing tadi.

Dia melihat sesaat dan menggeleng-geleng kepalanya.

Tidak terlalu banyak petunjuk yang bisa didapatkan. Apa yang terjadi dengan perempuan itu di rumah sakit? Saya cukup penasaran. Dan satu hal lagi apa makna kertas ini?

Tinggal saya mencari asal usul kertas ini. Tiba-tiba terpikir Ibrom. Dia selain berkutat di dunia paranormal, dia juga mempelajari benda-benda kuno. Mungkin saja kertas ini dia ada satu atau petunjuk.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak gelandang itu, kemudian mengeluarkan ponsel.

“Brom! Sedang napain kamu. Ada waktu? Saya butuh pendapatmu.”

Kami berdua duduk di teras rumah Ibrom. Ibrom dengan tangan dibalut sarung tangan, mengangkat kertas dan  menerawangkannya.

“Hm, dapat kertas ini dari mana?” tanya Ibrom.

“Dari rumah sakit kosong. Emang kenapa?”

“Aneh saja kalau ada kertas beginian di dalam rumah sakit. Tulisan di dalam kertas ini pakai aksara Jawa Kuno. Biasanya dipakai dalam penulisan prasasti-prasasti kerajaan di tanah Jawa dulu sekali. Mereka biasanya menulis catatan tertentu dengan aksara ini.”

“Ooh… Terus apa artinya?”

“Saya tidak begitu bisa baca. Saya harus coba cek buku dulu untuk mencoba membaca dan menerjemahkannya. Mungkin butuh waktu. Apa yang kamu ketahui dari kertas ini?”

“Hm. Yang saya tahu. Kertas ini baru ditaruh di dalam meja resepsionis rumah sakit kosong. Kertasnya masih baru, kemungkinan besar ditulis di beberapa hari yang lalu. Dan ketiga, saya merasa orang yang menulis kertas ini bukan dia yang karang, dia hanya menyalin….”

“Menyalin?”

“Ya. Kalau saya melihat goresan pena, beberapa karakter goresannya kelihatan tebal di tengah. Artinya saat tengah menulis dia perlu berhenti sebentar untuk melirik salinan, baru melanjutkan penulisan. Karena ada berhenti itulah, makanya ada garis yang lebih tebal. Jadi dugaan saya, orang ini sengaja menyalin tulisan, kemudian sengaja meletakkan kertas ke sana.”

“Hm… Baiklah.”

“Saya tidak yakin apakah kertas ini ada kaitan dengan perempuan yang pingsan itu.”

“Pingsan? Siapa yang pingsan?”

“Oh ya, saya belum cerita ke kamu. Jaga rahasia ini yah, soalnya saya ditugaskan untuk mencari tahu dan secara diam-diam. Jadi minggu lalu ada seorang perempuan meninggal. Dan dalam minggu ini, ada dua perempuan yang masuk rumah sakit. Mereka bertiga itu memiliki kesamaan yakni pernah satu kelas dulu di sekolah.”

“Dan kamu menduga?”

“Saya menduga, ini adalah kasus kriminal. Percobaan pembunuhan. Walaupun metode pembunuhan tidak jelas. Dan saya menduga kertas ini ada kaitannya dengan kasus ini. Itu sebabnya saya meminta kamu mengenakan sarung tangan saat memegang kertas.”

“Entah mengapa naluri saya mengatakan ini bukan perbuatan manusia. Ini perbuatan dari yang luar sana.”

Ibrom selalu yakin kadang-kadang ada kasus yang   pelaku dibaliknya adalah makhluk halus. Menurut saya pribadi kedengaran absurd. Lagipula, saya bahkan belum pernah mendengar berita pembunuhan gara-gara dibunuh hantu. Itu sebabnya saya selalu skeptis. Apalagi saya adalah polisi. Semua tindakan pidana, pasti manusialah pelakunya.

Dan percaya kasus ini, jika memang ada tindakan pidana, maka pasti ulah manusia juga. Bukannya hantu.

Kami makan siang bersama di rumahnya. Kemudian pamit. Saat itulah handphone saya kembali berbunyi.

Ternyata telepon dari perawat di rumah sakit. Katanya pasien yang koma itu, sudah sadar. Saya pun pamit dengan Ibrom. Ibrom berjanji, sore atau malam ini juga dia mungkin sudah bisa memberikan saya hasilnya (dengan catatan saya harus mentraktirnya.) Saya memukul pundaknya dan janji akan traktir dia. Kemudian langsung lanjut ke rumah sakit.

Bersambung…