Ketika dikonfirmasi dengan pihak perusahaan, kami masih tidak percaya. Kapal itu telah tenggelam 40 tahun yang lalu. Jadi kami telah menaiki kapal hantu? Bagaimana mungkin?

Cerita ini didapatkan oleh tim CeritaMistis dari salah satu artikel di Majalah Misteri. Cerita ini dicerita ulang oleh kami untuk memberi nuansa baru bagi para pembaca semua.

Peristiwa ini terjadi di penghujung tahun 2010. Kami sekeluarga bermaksud menghadiri pesta yang diadakan salah satu teman. Karena diadakan di pulau pribadi mereka, kami pun menaiki yacht kami untuk sampai sana. Sudah menjadi tradisi bagi keluarga penyelenggara untuk mengadakan pesta di akhir tahun sebagai ajang untuk kumpul-kumpul, mempererat jaringan dan membahas kegiatan-kegiatan amal yang bisa dilakukan.

Kapal kami dibawa oleh kapten Wahyu. Kami melewati Selat Madura, masuk Selat Bali, menuju Selat Selong daerah Nusa Tenggara Barat. Saat itu sore hari, angin baik, udara bagus, laut tidak terlalu bergelombang. Dengan kecepatan 80 knot, diestimasi kami akan sampai ke pulau pukul 23.40 Waktu Indonesia Tengah. Bahkan kapten optimis bisa lebih cepat tiba jika tidak terlalu bergelombang di laut lepas nantinya.

Seharusnya begitu…

Tetapi di laut Selong, kondisinya berubah. Tiba-tiba angin yang tadinya tenang berubah menjadi ganas. Tiupan angin kencang ini sangat tidak biasa. Menurut Pak Wahyu, wujud anginnya tidak normal. Setidaknya, tidak biasa di perairan Indonesia. Angin berputar membentuk siklon. Di Amerika mereka menyebut angin ini sebagai tornado, jelas Pak Wahyu sambil sibuk mengendali kemudi kapal.

Semenjak kapal terus terombang-ambing, saya bersama suami dan anak-anak semuanya berkumpul di dek kemudi. Takut jika situasi semakin tidak terkontrol, setidaknya kami semua sudah berkumpul, sehingga gampang koordinasi. Di luar kapal telihat kilat petir menyambar. Deru ombak memekak telinga. Hantaman kapal sedemikian kuatnya hingga kami bisa menghantam langit-langit kapal jika tidak waspada. Ombak lautnya sangat tinggi sekali!

Air terus masuk ke dalam kapal. Suami saya mencoba menggunakan mesin radio komunikasi untuk meminta pertolongan ke kapal-kapal terdekat. Tetapi sialnya mungkin dikarenakan petir atau apa, tidak ada sinyal sama sekali. Atau mungkin kami berada di blackspot sinyal? Sudah tidak ada cara untuk menghubungi kapal terdekat kah?

Kapal yatch kami ini adalah kapal kecil. Tidak ada kapal sekoci yang bisa digunakan untuk menyelamatkan diri. Jadi jika kapal ini karam. Kami akan ikut serta ke laut…

Memikirkan hal itu membuat saya panik. Anak-anak menangis keras, tetapi suara tangisan mereka hanya terdengar sayup-sayup ditelan gemuruh petir dan ombak. Tiba-tiba suami saya teriak sesuatu sambil menunjuk-nunjuk sesuatu. Saya penasaran, mencoba melihat apa yang ditunjuknya.

Ada kapal!

Ada kapal besar di kejauhan. Pak Wahyu mengarahkan kapal ke sana. Sedangkan suami saya menggunakan lampu sorot menembak ke arah kapal tersebut. Untungnya kapal itu menangkap sinyal SOS dari lampu sorot. Semakin lama semakin dekat ke arah kami. Kami akan selamat!

Kapal hitam itu menembak lampu dan berhenti di dekat kami. Lalu anak buah kapal menurunkan tali dan menarik kapal kami mendekat ke buritan kapal mereka. Kami sekeluarga, bersama kapten Pak Wahyu naik ke kapal itu. Beberapa saat kemudian kapal yacht kami pun tenggelam. Kami sekeluarga hanya bisa menatap kapal itu hilang ditelan laut sambil menangis.

Tetapi untungnya nyawa kami masih tertolong. Kapal, yang belakangan saya diberitahu, adalah kapal milik perusahaan Yunani, bernama Black Ship. Mereka sedang menuju Jawa Tengah. Kapten kapal, Idral Zaron, bertemu dengan kami berbincang sebentar. Suami saya atas inisiatif bermaksud memberi uang sebagai ucapan terima kasih, tetapi ditolak oleh sang kapten.

“Sumbanglah ke yatim piatu atau panti jompo Pak. Mereka lebih membutuhkan,” jawab Pak Idral.

Di zaman seperti ini masih di manakah kita bisa menemui orang seperti ini?

Setelah menurunkan kami di dermaga Padang Bay, Semara Pura. Kapal Black Ship meneruskan pelayarannya menuju Cilacap, Jawa Tengah, untuk kemudian mengangkut minyak lalu pergi ke Yunani, Eropa Barat.

Setelah lima jam menunggu di hotel kecil di Padang Bay, sebuah kapal jetvoil datang menjemput kami. Pak Wahyu memutuskan tidak lanjut menuju pulau sana. Jadi kami berpisah di situ. Kapal jetvoilnya sangat cepat, sehingga sebentar saja kami sekeluarga sudah sampai ke pulau. Semua teman dan kolega di sana mendengar cerita kami semuanya syok dengan kejadian yang baru saja kami alami, juga memuji kemuliaan hati sang kapten yang bersedia menolong tanpa meminta pamrih.

Tahun baru 2011 dilewati penuh makna bagi keluarga kami.

 

Beberapa hari kemudian kami dihubungi Pak Wahyu. Dia membawa berita yang heboh. Kapal yang kami tumpangi mungkin bukan kapal biasa…

Jadi ceritanya Pak Wahyu kemarin bermaksud ingin menghubungi Kapten Idral Zaron untuk bertanya kabar juga sekaligus diskusi soal kejadian waktu itu. Pak Wahyu mencoba menelepon ke perusahaan pemilik kapal itu yang berpusat di Yunani untuk mendapat kontak dokter.

Tetapi dari pihak perusahaan malah menjawab perusahaan tidak ada yang bernama Kapten Idral ataupun kapal bernama Black Ship. Dulu mereka memang pernah memiliki kapal itu, tetapi sudah tenggelam 40 tahun yang lalu. Kaptennya memang bernama Idral Zaron, berkebangsaan Indonesia. Tetapi semenjak peristiwa kapal tenggelam, mereka tidak pernah lagi menamakan kapal mereka Black Ship. Sang Kapten tewas bersama dengan karamnya kapal. Pihak perusahaan meyakinkan kami, bahwa kemungkinan kami salah lihat atau salah dengar dengan kapal itu.

Tetapi saya dan suami saya bisa meyakinkan Pak Wahyu, memang kapal itu di badannya tertera tulisan Black Ship. Kami juga mendengar langsung sang kapten menyebut nama perusahaan dia bekerja. Jadi kita diselamatkan kapal itu adalah benar adanya. Kalau memang kapal yang menyelamatkan ini adalah kapal gaib, alias kapal hantu, bagimanapun kami sudah diselamatkan.


Laut terkadang tidak hanya ada kapal hantu. Terkadang di laut pun sering ditemukan mayat (entah karena kecelakaan atau tindakan kriminal.) Dan sebagai yang masih hidup seharusnya menghormatinya, karena kalau tidak akan menemui akibatnya. Seperti cerita hantu yang satu ini.