Halo, namaku Renata. Ini adalah cerita pertamaku yang dikirim lewat situs ‘Cerita Mistis’. Kali ini aku bikin cerita fiksi. Kalau ceritanya gak jelas maaf ya…..

Namaku Destina aku pindah bersama orang tuaku dari Yogyakarta ke Jakarta. Aku pindah ke daerah yang deket sama rumah nenekku(nenek dari ayah). Jadi, rumahku itu lantainya cuma satu. Gak gede-gede banget sih. Sewaktu masuk ke rumah itu, perasaanku memang udah gak enak.

Apa lagi waktu masuk ke jalan menuju kamar belakang. Sebelum masuk ke kamar belakang itu, ada ruangan lagi, jadi masuk ke pintu ada ruangan kecil yang dijadikan tempat nyimpan barang gak kepakai. Sebelah kanan pintu ada pintu lagi, nah itu kamar belakangnya.

Di ruangan kecil itu aku ngerasa gak enak, tapi entah kenapa, waktu ditanyai mau kamar yang mana, aku memilih kamar belakang. Memang, ruangan kecilnya tidak menyenangkan, tapi kamarnya tenteram banget. Nyampe betah deh. Nah, karena terlalu kebanyakan bicara tentang ruangan kecil itu sama kamar belakang, langsung aja ke intinya.

Malam itu, sehabis pulang dari toko baju, aku pulang sekitar jam 20.45 dan itu pun jamnya orang tuaku sudah tidur. Maklum, pulang kerja.

Aku masuk ke dalam ruang belakang untuk menuju kamar belakangku. Nah, disini mulai horornya. Saat masuk, ruang belakang itu lampunya mati. Padahal aku tidak mematikannya karena udah tau kalau nanti aku pulang malam.

Terus sebelum masuk ke ruangan belakang, aku ngeliat ventilasinya itu terang. Di situ aku udah ngerasa merinding, cuma instingku mencoba untuk tenang dan masuk ke kamarku. Paginya, keluar dari kamarku (harus melewati ruang kecil itu lagi), aku semakin dibuat merinding.

Aku mendapati orang tuaku masih tidur namun, lampu ruang kecilnya nyala. “Padahal, tadi malam mati dan gak aku nyalain”, batinku.

Aku segera menggedor gedor pintu kamar orang tuaku.

“Ma pa, tadi matiin lampu ruang kecilya? Tadi malam? Terus nyalain lampunya pagi-pagi?”

“Enggak kok. Pulang kerja mama sama papa langsung tidur gak ngecek kamar kamu.”

Jleb!

Sebelumnya aku gak pernah kayak gini. Aku mencoba tenang. Aku pikir mungkin lampunya konslet. Aku segera mandi dan berkunjung ke rumah nenek. Karena emang udah seminggu semenjak pindah gak kunjung lagi.

 

“Halo nek, apa kabar?”

“Nenek baik-baik aja. Kalo Tina? Udah diliat nih, pasti baik baik aja.”

“Iya, emang kok. Oh ya nek, ruang kecil menuju kamar Tina kok lampunya konslet ya? Padahal sama papa baru diperbaiki, kok konslet lagi?”

“Oh, pasti tadi malam kamu bawa sesuatu atau habis pergi”

“Iya, tadi malam Tina abis pulang dari toko baju terus bawa baju. Emang kenapa nek?”

“Oh, mungkin dia gak suka sama barang itu”

Dia? Dia siapa nek?”

“Sudah. Ayo nenek baru saja buat puding coklat. Pasti seger kalau dimakan dingin di musim panas begini!”

Aku tau nenek sedang menyembunyikan sesuatu, batinku. Aku segera pulang setelah memakan 4 potong puding buatan nenek. Enak banget! Aku pulang sekitar jam 16.50 dan sampai di rumah jam 5 tepat. Di rumah, aku cuma sendiri karena orang tuaku masih kerja. Karena merasa ada yang janggal, aku telepon temanku, Rara.

Tina: “Halo ra,apa kabar nih?”

Rara: “Baik aja kok,napa telepon? Tumben?”

Tina: “Ra, bisa gak kamu ke rumahku. Ntar doang kok, temenin….”

Rara: “Oh,boleh. Lagian aku cuma sendiri di rumah. Ya sudah, aku tutup ya.”

Tina: “Oke. Aku menunggu!^^”

Sambil menunggu Rara, aku pergi ke dapur untuk membuat mie karena dari tadi perutku berbunyi, hehe. Saat sedang masak, lampu di ruang kecil konslet lagi. Mati, nyala, mati, nyala dan seterusnya.

“Lho? Kok konslet lagi?”

Karena rasa penasaran, aku pergi ke ruang kecil itu, dan!

Lampunya mati tidak nyala lagi. Setelah menunggu 5 menit, lampu menyala dan astaga!

Siapa di sana?

Seorang perempuan berbaju kuning dengan bercak darah menatapku sinis. Ingin lari dari sana, namun kakiku terasa mati rasa. Tak bisa digerakan, tapi, kakiku tegak dan tidak mau lemas. Yang aku lakukan hanya memejamkan mata berharap orang tak dikenal itu pergi.

Namum, aku merasa ada yang mendekatiku. Suara langkah kaki semakin terdengar jelas. Aku merasa, hantu itu sudah ada depan mataku. Ia memghembuskan nafasnya tepat mengenai pipiku. Setelah itu, ada suara ketukan.

‘Apa aku harus membuka mata? Itu pasti Rara’ aku berbicara dalam hati. Jika pintu tidak dibuka, Rara pasti akan pergi karena merasa tidak ada orang.

“Bu..ka…mata…mu!”suara serak dan seram terdengar di telingaku.

Hantu itu memintaku membuka mata. Yang benar saja! Namun, aku membuka mata dan tidak ada siapa siapa! Aku segera membuka pintu.

“Na, kok lama banget sih?!”

“Maaf Ra, tadi aku abis ke toilet,” aku mengajak Rara masuk.

Di dalam, Rara duduk di sofa dan aku kaget karena mie yang sedangku rebus gosong!

“Aduh, Ra. Mie aku gosong!”

“Lha, siapa suruh lagi rebus mie malah ke kamar mandi”

“Iya, iya, maaf. Lalu, kita akan apa di sini?”

“Ke kamar kamu aja Na. Aku mau liat”

“Ya sudah. Ayo!”

Kami berdua segera masuk ke ruang kecil yang lampunya masih nyala. Ada yang aneh, saat memasuki ruang kecil, muka Rara terlihat pucat. Karena takut kenapa-napa, aku membawanya masuk secepat mungkin kekamarku. “Ra, kamu kenapa?” tanyaku sambil menggoyang goyangkan bahu Rara.

“Ta..ta…ta…tadi, itu apa Na?”

“Apaan sih Ra?”

“Ta…tadi ada perempuan berbaju kuning dengan bercak darah mukanya bonyok seperti abis dipukul dan rambutnya berantakan….”

“Hah?” aku bingung. Apa hantu itu tidak menyukai Rara? Seperti yang dikatakan nenek?! Aku menenangkan Rara yang masih terlihat pucat. Setelah tenang, Rara meminta pulang, yah mau gimana lagi, aku yakin besok pasti Rara demam.

Saat Rara pulang, aku tidur di kamar. Jam 20.30, ada suara pintu terbuka. Aku yang masih setengah sadar mengira kalau itu adalah orang tuaku. Ya sudah aku pun melanjutkan tidurku. Pagi harinya…. Aku terbangun dan aku kaget karena sudah jam 07.45.

Ya ampun aku telat bangun. Aku keluar dari kamar dan melihat kamar orang tuaku terbuka, tapi tidak ada siapa siapa. “Mama sama papa kan kerja nya jam delapan tepat, kok gak ada ya?”

Karena berfikir kalau mereka sudah pergi. Aku pergi ke rumah nenek karena takut sendirian di rumah. Saat sampai, aku merasa aneh, tidak ada siapa-siapa di rumah nenek. Setelah aku cek ke rumah Rara, dia juga tidak ada. Aku pun kembali ke rumah. Saat kembali, aku melihat ada perempuan berbaju kuning sedang berkaca di ruang kecil.

Sejak kapan ada kaca? Dan perempuan siapa dia? Apa dia adalah maling? batinku. Karena takut ada apa-apa, aku mengambil vas dan ingin mencoba memukulnya, namun vas itu tembus. A…apa dia hantu? Setelah menunggu,ada seorang perempuan lain masuk diam-diam dan mengambil sebuah vas dan dipukulkan ke muka perempuan berbaju kuning itu.

Rambutnya diacak-acak juga digunting. Bajunya disobek dan pergelangan tangannya digores dengan pisau tajam. Tak berapa lama, setelah perempuan berbaju kuning itu lemah tak berdaya, perempuan jahat itu memaksa perempuan berbaju kuning untuk meminum segelas air yang sudah diracuni.

“Kamu telah mengambil pacarku! Rasakan pembalasanku!”

Dari mulut gadis berbaju kuning, mengeluarkan darah. Darah itu menodai pakaian perempuan itu. Tak berapa lama, setelah menyiksa perempuan berbaju kuning, perempuan jahat itu keluar dari rumah. Setelah itu,seorang ibu-ibu masuk dan bersedih

“Mara, ada apa denganmu nak?”

“I…i…ibu, dia membunuhku!” setelah itu perempuan berbaju kuning yang ternyata namanya Mara itu menghembuskan nafas terakhirnya. Ibu-ibu itu ternyata adalah NENEKKU! Aku tak menyangka,bahwa Mara itu adalah adik ayahku. Dia bibiku. Dan perempuan jahat itu bernama Dirna. Dia mantan pacar, pacarnya bibi Mara. Kejamnya! Dia membunuh bibiku!

Setelah itu, terang, ternyata itu cuma mimpi. Aku akhirnya tau, perempuan berbaju kuning yang ada di ruang kecil itu adalah bibiku, dia pemilik rumah ini sebelumnya. Nenek merahasiakannya! Aku pun segera mencari nenek dan menemuinya.

“Nenek kenapa tega, nenek tidak memberitahu Tina tentang Bibi Mara! Nenek menyebalkan!”

“Kau sudah tau rupanya. Maafkan nenek, Na. Nenek tidak ingin mengungkit masa lalu nenek.”

“Maaf kan Tina juga ya nek, Tina tadi marah-marah…”

“Oh, ya apakah Dirna sudah masuk penjara?”lanjutku.

“Iya, dia masuk penjara.”

“Lalu kenapa Bibi Mara masih menunjukan wajahnya?”

“Biarlah dia tenang berada di ruang kecil itu. Dia baik. Dia tidak tega menakutimu Tina. Maka dari itu dia memberitahumu tentang semua yang terjadi. Biarkan dia tenang ada disana…”

“Oh, kalau gitu Tina tidak perlu takut sama Bibi Mara. Terima kasih nek, sudah memberitahuku.”

Hingga saat ini, Mara atau perempuan berbaju kuning penunggu ruang kecil itu masih menunjukan wajahnya yang bersedih. Dia sayang padaku.

Penulis: Renata Jazzy Aristy