Cerita ini benar adanya. Umurku sekarang 17 tahun. Aku masih mengingat kejadian 5 tahun yang lalu. Ibu dan ayahku hidup sederhana. Masih mengontrak untuk tempat tinggal. Pada saat itu penghasilan ayahku meningkat sehingga dapat mengontrak di tempat yang lebih baik dari sebelumnya di kota DKI Jakarta tepatnya.

Bangunannya pun berdempetan dengan tetangga yang lain tetapi tidak begitu padat penduduk. Di depan rumahku jalanan beraspal juga ada pepohonan yang ditanami singkong, pohon rambutan dan pohon pisang. Cukup sejuk dirasakan udaranya walaupun berada di Jakarta yang banyak polusi.

Lingkungannya bersih. Rumahnya terdapat dua kamar tidur, satu kamar mandi yang berdekatan dengan dapur. . Di belakang rumah ternyata berdempetan dengan rumah tetangga juga.

Sebelum aku, ibu dan ayah menempati rumah ini, ada tetangga yang mengajak ngobrol ibuku dan menanyakan asal keluargaku. Dia juga cerita tentang keluarga-keluarga yang sudah pernah menempati rumah ini. Rata-rata keluarga yang sebelumnya mengontrak hanya betah untuk tinggal satu tahun hingga dua tahun saja. Bahkan pernah ada yang baru 5 bulan mengontrak padahal sudah membayar kontrakan selama satu tahun, sudah ingin pindah. Aku cukup terheran, padahal rumah ini tidak terlihat aneh, biasa saja, adem menurutku.

Seminggu berlalu aku menempati rumah ini, seperti biasa ayah bekerja di daerah Jakarta bagian utara sedangkan aku bertempat tinggal di Jakarta bagian timur, jadi lokasinya cukup jauh. Ayah selesai kerja pukul 19.00 WIB. Dan untuk sampai di rumah butuh waktu 2 sampai 3 jam lebih kalau tidak macet.

Jadi seharian hanya ibu dan aku yang ada di rumah. Aku terbiasa menonton televisi di ruang tamu untuk menunggu ayah tiba di rumah. Sesekali kulihat jam dinding menunjukkan pukul 21.10 WIB. Ibu sudah mengantuk dan menyuruhku untuk tidur, namun aku keukeuh ingin tetap menunggu ayah pulang.

Ibu menurut permintaanku dan menyuruhku pindah ke kamar dan mematikan televisi kalau sudah mengantuk. Aku pun hanya meng-iyakan perkataan ibu. Aku belum ngantuk. Tiba-tiba aku mendengar suara kunci rumah bergerak dari gagang pintu pelan-pelan dari kanan ke kiri sehingga menimbulkan suara bergesekan antara yang lainnya.

Aku kaget, aku kira ayah ternyata aku salah. Aku malah menghampiri dekat pintu itu yang masih bergerak, kulihat di kaca jendela ternyata ayah masih belum datang. Sangat sepi di luar, tidak ada kendaraan ataupun orang-orang yang lewat. Lalu aku bergegas menutup gorden jendela dan mematikan televisi serta lampu di ruang tamu.

Kemudian masuk ke dalam kamar ibu, mengumpat ketakutan di dalam selimut. Ibu bangun terkaget dan menasehatiku untuk tidur.

Keseharianku semakin was-was. Untuk bercerita pun takut. Jadi aku diam saja saat ditanya ibu mengenai apa yang aku takutkan. Siang hari setelah pulang sekolah, aku menemui ibu di dapur untuk minta dibuatkan susu cokelat. Kami ngobrol mengenai nilai di sekolah.

Aku melihat dibelakang ibu ada yang melesat bayangan hitam seperti lewat dari bawah ke atas tembok. Aku kaget dan merasa takut. Bayangan ketakutan mulai muncul, ibu terheran dan menenangkan aku.

Dan aku mulai menceritakan yang sudah aku lihat sebelumnya. Ibu menyuruhku untuk rajin shalat lima waktu agar tidak dijahili oleh makhluk yang tidak terlihat.

Sesudah kejadian itu, aku sudah tidak merasakan hal aneh. Tapi kenapa aku jadi sering takut berada lama-lama di dapur dan di kamar mandi. Aku merasa dua tempat itu yang hawanya sejuk. Saat aku mandi terasa hembusan angin di kepala, menyibakkan sedikit rambutku. Namun aku anggap biasa dan cuek mungkin halusinasiku saja.

Aku pernah saat subuh ingin mengambil wudhu, aku mendengar suara orang mandi di belakang tembok rumah, yang memang rumah tetangga. Aku tanya pada ibu apakah ada orang mandi di belakang tembok rumahku, ternyata rumah yang di belakang tembok kamar mandiku sudah pindah penghuninya dua minggu yang lalu karena habis masa kontraknya.

Aku tercengang mendengar cerita ibu. Lalu? Siapa yang mandi subuh itu? Sangat terdengar sekali suara gayung yang menyiram seperti orang mandi.

Aku semakin mendekatkan diri kepada Allah swt dengan beribadah rutin lima waktu. Mungkin atas izin-Nya aku sudah agak tenang, dan tibalah waktunya aku diperlihatkan sesosok laki-laki entahlah muda atau sudah tua namun berwajah hancur di depan rumahku. Dia berdiri tegap menghadap rumahku di jalanan saat malam hari. Aku tidak pernah kapok untuk melihat keluar kaca jendela.

Aku tersentak dan mengucap istighfar terus-menerus. Tanganku dingin sekali serasa tidak bergerak tapi ingin berlari masuk ke kamar pun sulit. Bau amis tercium tidak tahu dari mana rasanya aku ingin menangis ketakutan. Aku berteriak memanggil nama ibu, ibu menghampiri aku dengan wajah terheran sambil menenangkan untuk mengajak tidur. Ayah baru sampai jam 11 malam. Aku menceritakan apa yang aku lihat pada ayah dan ibu sambil menangis.

Keesokan paginya ibu mendatangi rumah tetangga yang waktu itu pernah menceritakan keluarga yang tidak betah tinggal di sini. Ibu itu menceritakan terjadinya peristiwa kelam dan menyedihkan sebelumnya ada seorang ibu sudah sekitar umur 55 tahun tinggal di rumah kami. Hia mempunyai anak laki-laki bernama Adi (nama disamarkan) berumur 22 tahun. Anaknya sudah bekerja sebagai sekuriti di Tol Jagorawi. Punya pacar. Ternyata pacarnya ingin dijodohkan oleh orangtuanya dan ingin dinikahkan dengan orang lain. Jadi dia frustasi dan memutuskan untuk bunuh diri di jalan tol pada malam hari.

“Saya tahu duluan karena suami saya bekerja juga di sana saat malam itu dan dikabari melalui telepon pukul 12 malam,” ujar ibu tetangga. Bulu kuduknya sampai berdiri ketika dikabari suaminya, bercampur aduk ingin memberi tahu tapi takut di jalan yang sepi. Sesaat ingin mengabari dan sampai ke rumah yang aku tempati ibu tetangga ingin menyampaikan mengetuk pintu ternyata langsung dibuka, mungkin saja ibunya belum tidur makanya cepat buka pintu, gumam ibu tetangga. Saya bilang “Bu, si Adi meninggal ketabrak di jalan tol barusan saya ditelepon suami saya, ibu yang tabah ya,” sambil mengusap pundak ibu Adi.

Jawaban ibu Adi yang membuat saya tersentak kaget dan ketakutan dia bilang “Barusan dia lanjut kerja lagi, tadi dia dateng ke sini biasa aja, minta makan tumben tuh ke dapur ngambil sendiri untung aja masih ada makanan.”

Saya bergidik dingin, ibu Adi langsung ngecek ke dapur ternyata Adi sudah tidak ada. Dia langsung menangis sejadi-jadinya keheranan juga apa benar atau salah. Pukul 5 pagi jenazah Adi sudah dibawa pulang ke rumah. Ibunya tak kuat menangis meratapi anak semata wayangnya itu. Padahal semalam minta makan pulang kerja terus mau lanjut kerja lagi tapi kenapa begini. Sudah dikafani, dijelaskan oleh teman-teman yang mengangkat jenazahnya jangan dibuka karena hancur bagian wajah dan matanya hilang.

Ibuku langsung merasa ngeri dan ketakutan setelah itu. Ternyata ceritanya belum habis. Kata ibu tetangga, “Ibu sering mendengar suara orang mandi pukul 1 malam atau subuh tidak di dekat kamar mandi Ibu? Nah ibunya Adi tidak lama jadi stres, mandi terus menerus pada malam hari dan bunuh diri tepat di kamar mandi, dulunya kamar mandi rumah ibu belum ditembok dengan sebelahnya. Begitu ceritanya Bu, makanya jarang ada yang betah tinggal di sini”.

Ibuku berteri makasih sudah diceritakan dan pamit untuk pulang. Bingung dan aneh bercampur aduk takut kalau sudah tau ceritanya. Sore menjelang magrib aku menghampiri ibu sedang di dapur yang membuat teh manis, sambil ngobrol tentang sekolahku.

Tapi tempelan kulkas jatuh, aku hanya berpikir mungkin cicak yang menjatuhkan karena menyenggol. Tapi yang aku lihat sesosok wanita berbaju putih lusuh berambut panjang dengan wajah pucat pasi memandangiku sesekali menunduk. Aku lihat kakinya tidak nampak. Aku pindah posisi kebelakang badan ibu. Kenapa hanya aku yang bisa melihat sambil ketakutan menangis gemetaran.

Ibu segera menenangkan aku sambil membaca surat ayat kursi. Ibu bilang tidak ada apa-apa. Aku tidak ingin diperlihatkan lagi, membuat aku shock dan sering menangis. Akhirnya ibu menceritakan pada ayah dan memutuskan untuk mencari rumah kontrakan lain supaya aku tenang tidak diganggu lagi. Sekian.

Penulis: Eva Suherlin