Sore jam 2an, ada pesan masuk WhatApps dari Pak Bram. Isinya pesan mengajak diriku ke Sumbawa untuk menangani pasiennya. Sore itu langsung ku jawab ok bisa, kebetulan kuliahku libur ada sebulanan setelah UTS semester tujuh. Itung-itung sekalian jalan-jalan refresing biar tambah muda hahaha…

Juma’at malam segera kupersiapkan apa yang harus kubawa. Karena aku nggak punya powerbank buat cas HP di perjalanan. Segera ku meluncur malam itu cari powerbank dan sekalian nge-print revisian bab 3 skripsiku.

Pagi-pagi segera ke rumah temenku Ryan tetangga desa, titip revisian skripsi biar diantar dia ke rumah dosen. Sebetulnya hari Sabtu aku sudah janjian ke rumah dosen pembimbing kami. Karena hari-hari ini kuliah libur, biar cepat selesai, harus ke rumah dosen. Setelah urusanku selesei dengan Ryan, kupersiapkan tas ranselku dan jaket terus meluncur ke Nganjuk dengan sepeda motor Vega merahku. Sampai di Nganjuk satu jam-an. Sesampai di rumah Pak Bram segera kuparkirkan motorku di sebelah tokonya, Senyam-senyum kulihat raut muka Pak Bram melihatku dari dalam tokonya.

“Langsung masuk rumah aja..!,” suara adik Pak Bram di samping Toko yang menyapaku.

“Iya..,” sahutku, segera kutaruh ranselku dan duduk di kursi kayu panjang di samping toko.

“Gimana? Udah siaap nanti? Hehehe,” tanya Pak Bram kepadaku.

“Dah siaaplah segala kemungkinan yang terjadi,” jawabku.

Udah siap sih kita di sana. Kalau diserang dukun, karena kita mengobati pasien sakitnya karena dibuat orang kena gangguan guna-guna dukun. Otomatis kita bakal dapat imbasnya dapat serang dari dukun dalam perjalanan.

Mau berangkat ke terminal ke Surabaya eh dapet barengan dari tetangga depan rumah Pak Bram. Alhamdulillah sampai di Pol Bunga Rasih. Tempat bis ini dekat tol jembatan. Lokasinya strategis tapi sayang bangunanya kurang dirawat. Walaupun bisnya bagus-bagus. Penjaga tempat ini Mas Zar mengeluhkan banyak yang datang, baru masuk ke tempat ini tiba-tiba balik lagi, pulang.

“Oh.. Itu masalahnya banyak kiriman dari saingan bisnis travel ini di depan itu. Banyak jin yang menghalangi orang yang mau datang menyewa bis jadi selalu nggak jadi sewa padahal udah datang ke tempat ini,” terang Pak Bram.

“Owh gitu… Kasian yang kerja di sini kalo nggak dapat orderan bus pariwisata ini mau apa makan apa sopir yang menghidupi anak istrinya? Kalo saya nggak papa karna cuman jaga sini,” kata Mas Zar.

“Gini saja. Tempat ini saya bersihkan gangguan kiriman dari dukun saingan PO Bis ini,” saran Pak Bram dan segera mengerahkan tangannya kayak menarik mengambil sesuatu dan mengikat jin-jin kiriman si dukun dan mengislamkanya.

“Pak, saya minta nomornya kalo-kalo ada sesuatu.”

“ini nomor W.A saya, kalau ada sesuatu hubungi saja nggak usah sunggakan.”

“Baik”

“Di sini Mas sering dapat gangguan penghuni sini nggak?” tanya Pak Bram

“Iya sering biasanya bis-bis di sini kalau malam goyang-goyang sendiri kalau penghuni di sini mau ngajak bercanda”

“Itu Kuntilanak di sana yang suka gangguinmu, tapi nggak bahaya karena kuntilanak nggak punya power dan suka usil saja hahaha…” kata Pak Bram sedang jelasin.

“Iya bener suka ngajak bercanda itu ngganguin saya tapi nggak pernah nampak,” ujar Mas Zar.

“Dan di belakang sini ada jin Fasiq di belakang bangunan ini yang kuat energinya yang bisa buat bahaya,” sambung Pak Bram sambil menunjuk ke arah selatan.

Segera Pak Bram menyuruhku menarik jin Fasiq itu. Langsung kutarik, sekalian di ikat dan islamkan. Kusuruh jaga tempat ini kalau ada serangan-serangan jugaku beri senjata dan kutambah power jin ini.

“Mas Islam ya…. ” tanya Pak Bram

“Iya, Islam tapi jarang sholat,” jawab Mas Zar.

Itulah ujian orang yang bekerja terlalu mencari hal dunia sampai melupakan akhirat, batinku. Kalau hidup ini hanya sementara amal kita sedikit, kita di akhirat nggak punya apa-apa. Andai kita di siksa sampai hari kiamat di alam Barzah karena sering meninggalkan sholat. Kan kasihan dan ngeri membayanggakan azab dan murka Allah.

Jam setengah 6 kita berdua berangkat dari Surabaya. Naik bus yang kusukai adanya pengamen yang melantunkan lagu-lagu dalam perjalanan pelipur capek di perjalanan. Tapi kok sayangnya yang dilantunkan kok selalu lagu mellow sedih-sedih hmm… Sepanjang 2 lagu yang dinyanyikan. Sampai di rumah makan pemberhentian istirahat bus. Keponakan Bu Nikmah yang kerja di proyek PLTU dekat rumah makan ini, segera mengambil Aqua yang sudah kuisi dengan energi do’a. untuk mengobati adiknya cewek yang nakal di Malang. Biar nurut sama orang tua dan semoga menjadi wanita yang sholehah.

Sampai di Bali pagi jam 4an. Ada pemeriksaan KTP setelah keluar pelabuhan, tetapi tidak seketat yang kukira. Hanya di cek KTP sebentar dan langsung naik lagi ke bus. Terlihat bangunan rumah warga dan pure-pure di sepanjang perjalanan.

Ketika sampai di pelabuhan Padang Bai nunggu sampai sore baru dapat kapal besar. Di bis kulihat dua anak kecil perempuan Bu Rohmah yang selalu ceria dalam perjalanan. Dua-duanya suka nyanyi seperti ibunya. Bu Rohmah ini sebelum punya anak pernah kerja di Arab Saudi udah lama. Dan udah haji bolak-balik. Dia cerita setelah suaminya meninggal ketika di Jakarta Bu Rohmah ini pernah ngamen. Waktu itu Bu Rohmah kepikiran ingin membelikan kaset lagu untuk anaknya kebetulan ia tidak punya uang. Ketika ngamen, yang melihat Bu Rohmah ini yang memang suaranya merdu dan bagus, tau-tau dikasih orang uang ratusan ribu lembaran di amplop, Bu Rohmah senang sekali dan sangat bersyukur bisa membelikan kaset lagu untuk kedua anaknya.

“Hai Om…,” sapa Ina anaknya paling kecil, sambil ambil duduk di sebelahku.

“Adik jangan ganggu om yang lagi tidur,” kata Henna anaknya yang umur 5 tahun sedang menghampiri adiknya.

“Mau roti ini?” Kuambilkan 3 roti selai stroberi di tasku.

“Mamak, aku dikasih roti sama om yang pakai jaket itu,” kata Ina memberitahu ibunya di kursi belakang bis.

“Bilang makasih sama om, nak,” perintah ibunya.

“Makasih, Om”

“Iya sama-sama,” Kulihat kedua anak itu suka dengan roti itu. Baru kupejamkan mata si Henna menghampiriku.

“Om.. Om.. Rotinya enaak sekali.”

“Mau lagi? Ini masih ada,” Kuambilkan roti satu plastik semua di tasku berikan ke anak yatim itu.

“Mamak, aku di kasih lagi roti sama Om,” sambil berlari menuju ibunya di belakang.

“Makasih Om, semoga Allah melindungimu dan menjagamu,” kata Bu Rohmah mendo’akanku.

“Amiin” kataku di dalam hati.

Jenuh juga di dalam bis terus, tetap belum berangkat juga. Akhirnya aku keluar dari dalam bis. Dan duduk di pinggir pelabuhan, sambil menikmati pemandangan laut dan kapal-kapal. Setengah jam kemudian kuhampiri Pak Bram yang dari tadi katanya lagi ngecas HP di kamar mandi.

“Sini san..,” kulihat dari samping toilet, Pak Bram melambaikan tangan memanggilku dari warung makan.

“San mau Kopi ??”

“Nggak..” Ada-ada saja Pak Bram ini, aku yang lagi libur puasa ditawarin kopi kalo ngajak bercanda. Hahaha.

“Udah ku pesankan nasi 2 bungkus. Yang satu buat kamu buka magrib nanti.”

“Siip,” kataku sambil mengamati warung ini.

Di warung ini yang melayani pembeli gadis remaja, yang salah satu masih seumuranku 21 tahunan perkiraanku. Aku baru duduk di kursi warung gadis-gadis ini udah heboh sambil curi-curi pandang ke arahku. Kudengar gadis-gadis ini sedang membicarakanku di dapurnya sambil berkata “ras jawa-ras jawa”. Emang kenapa kalau aku orang Jawa pikirku kan sama sajalah.

“Coba cek san bisnya udah mau berangkat masuk ke kapal belum?”

“Oke,” kataku sambil berlalu menuju bis. Baru keluar dari pintu samping warung. Ada 2 gadis itu saling dorong-dorongan di samping pintu dekat sampingku, yang salah satu gadis didorong, gadis yang seumuranku. Aku berhenti dan menatap kedua gadis itu, pasti pikirku gadis cewek yang seumuranku itu ingin kenalan denganku. Aku terdiam sebentar ku pandangi dua gadis itu senyam-senyum sambil memandangiku paras wajahku. Hah, godaan, batinku. Langsung saja aku buang muka cuek pergi menuju bis takut kalo ketinggalan bis.

“Om, bisnya udah mau masuk kapal belum??,” tanyaku kepada sopir bus.

“Itu udah keluar, udah mau masuk kapal ini,” sambil menunjuk truk-truk yang keluar dari kapal laut.

Segera ku kembali warung dan ambil powerbank yang ku cas dari tadi. Sambil kulihat sekilas gadis tadi yang menyukaiku. Kelihatan menundukkan muka tidak berani memandang.

Di kapal yang kutumpangi ini terlihat cukup besar, senangnya naik kapal laut. Bisa melihat pemandangan pulau-pulau dan gunung hehehe. Aku segera ambil duduk di kursi belakang kapal. Pak Bram duduk di kursi depanku sambil makan nasi bungkus tadi. Di kapal ini video yang di putar di TV LCD lagunya Via Vallen terus dari lagu berjudul Sayang sampai lagu N.D.X yang dinyanyikan Via Vallen jika sudah habis lagunya diulang lagi. Sering-sering lagu galau di putar.

Setelah 4 jam kemudian, baru kemudian di ganti film hantu kuntilanak, setelah itu lanjut ganti yang diputar film horor Azis kepergok Pocong. Hehehe.. nonton film horor komedi Indonesia memang bisa dijadikan pelipur rasa jenuh di kapal. Kurasakan ombak di kapal ini kok nggak wajar. Penumpang kapal yang lain tetap tenang konsentrasi menonton film tak menghiraukan bahaya maut menghampirinya, ombak makin besar dan sewaktu-waktu bisa mengoyak kapal sampai terbalik tenggelam. Pak Bram sudah konsentrasi mencoba menetralisir air di bawah kapal, ketika aku coba turun tangga lihat di tempat bagasi bis dan truk. Air udah ada yang masuk di kapal. Aku langsung ambil duduk di kursi tadi dan konsentrasi menulis lafadz Allah di hati mencoba mengarah kan jari lantai kapal dan menetralisir ombak air dan sholawat ku baca terus-menerus. Alhamdulillah usaha kami berdua menetralisir airnya udah tenang.

Sekitar 25 menit kemudian kapal terombang-ambing semakin ngeri.. Air makin meninggi di sisi kapal karena goncangan ombak makin besar. Karena kami tahu ini ombaknya tidak wajar ada gangguan dari bawah laut yaitu dari kerajaan bawah laut jin kafir. Aku dan Pak Bram langsung baca dzikir sampai silsilah Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah wa Syattariah dan tidak lupa baca Do’a Rofitoh ke Guruku Mursyidku.

Alhamdulillah ngak sampai satu menit. Gejolak gelombang air reda dan tenang, kapal melaju cepat kembali. Di penglihatan terawangan dari Pak Bram banyak cahaya turun di sekitar kapal mungkin ini bantuan dari Kyaiku. Untuk urusan kerajaan jin laut bukan urasan kami, tetapi udah urusan kyaiku. Normalnya selama perjalan kapal ini 4 jam-an. Namun karena terjadi gangguan, kapal yang kutumpangi ini sampai merapat di pelabuhan sampai hampir 7 jam-an. Luar biasa.

Kapal udah mulai merapat di Pelabuhan Mataram, Lombok. Kami melanjutkan perjalanan bis menuju Pol Bis untuk oper bis menuju Sumbawa. Sampai di Pol bis ini sekitar jam 10 an malam. Kami istirahat di sana sebentar sambil menunggu bis bongkar barang-barang. Alhamdulillah dapat makan nasi kotak yang di bagikan oleh sopir bis. Itung-itung buat sahur. Hehehe

Keamanan di Pol ini bagus, dari tadi kulihat ada tentara yang memantau pembongkaran barang-barang untuk di pindah ke bus lain. Sambil makan sahur di depan ruko kami bincang-bincang dengan penumpang lain namanya Pak Doni dari Jombang, yang bekerja di proyek Sumbawa.

“Ini minum Aqua dulu, Pak” kata pak Bram sambil menyodorkan air Aqua.

“Iya-iya, makasih”

“Asalnya dari mana Pak?

“Dari Nganjuk saya, ini Mas Hasan dari Kediri”

“Oh tetangga sendiri toh hehehe…. Emang mau kemana Pak??,” tanya Pak Doni

“Mau ke Sumbawa..,” jawab Pak Bram yang sudah selesei makan nasi kotak.

“Ada perlu apa ke sumbawa?,” tanya Pak Doni yang terlihat raut mukanya masih penasaran melihat kami berdua.

“Mau ke…” jawab Pak Bram yang jadi bingung mau jelasinnya.

“Ah sesama orang Jawa kok, nggak papa.”

“Sebenernya ada pasien sakit suruh mengobati”

“Oh.. gitu… Istri saya juga sakit beberapa hari, kata kenalanku yang dari pondok itu di buat sakitnya dari tetangga rumah yang punya ilmu, dia mengingatkanku agar hati-hati”

“Nama istrimu siapa… coba ku cek??”

“Namanya….. binti….. ”

“Benar istrimu sakit dibuat orang, itu tetangga rumahmu pelakunya.”

“Oh benar berarti kata kenalanku.”

Sebenarnya itu yang buat sakit istrinya masih saudaranya, Pak Doni cerita, waktu itu saudara wanitanya sering bawa lelaki ke rumahnya. Dan Pak Doni mengingatkanya agar segera menikah. Ketika di Sumbawa tempat kerjanya Pak Doni mendapat kabar bahwa saudaranya menikah, tetapi menikahnya secara siri. Dan kebetulan Pak Doni tidak bisa menghadiri pernikahannya. Mungkin sebab itu, suami saudaranya mengirimkan santet ke istri Pak Doni. Apa enaknya pikirku menikah siri ujung-ujungnya yang jadi korban wanitanya, di umpamakan peribahasa habis manis cepat dibuang sayang.

“Ku cabut saja ilmunya dari sini biar nggak ganggu istrimu, tapi kemungkinan dia kalau ilmunya hilang bisa cari bantuan dukun untuk mengirim guna-guna santet”

“Iya tolong dibantu saya Pak Bram. Ada nomor HP ??”

“Ada W.A saya aja kalau ada apa-apa chat saja.”

“Aku diberi tulisan oleh kenalanku yang dari pondok. Rajah itu kusimpan di jaketku, karena di proyek sering ada gangguan makhluk halus. Menurut Pak Bram gimana itu?”

“Rajah itu isinya jin, mending jin itu diislamkan agar tidak bahaya efek sampingnya ke Bapak dan Keluarga”

“Jadi rajah itu isinya Jin,” Pak Doni penasaran.

“Iya… memang jin. San, tarik isi rajah itu dan islamkan, suruh jaga dan melindungi Pak Doni dan keluarganya! Perintah Pak Bram kepadaku yang dari tadi asik menyimak cerita Pak Doni dari tadi.

“Oke… ” kata ku, sambil langsung konsentrasi Lafazd Allah kutulis di hatiku. Hawa energi menyelimuti tubuhku getarannya. Dan tanganku kuarahkan ke saku Pak Doni, dan telapak tanganku kurasakan menggenggam sesuatu, lalu kutarik dan kuarahkan kan ke lantai. Dan kuikat jin itu lalu diislamkan. Dan aku perintah jaga Pak Doni dan keluarganya tak lupa kupersenjatai dan ditambah powernya.

“Udah San?” tanya Pak Bram.

“Sudah ”

“Makasih Mas,” kata Pak Doni sambil menyalamiku katanya sebagai perkenalan. Hehehe

“Mas Hasan kelihatanya masih muda belum menikah ya??”

“Belum Pak,” jawabku. “Oh ya kalau ada-ada apa-apa di proyek Pak Doni bisa langsung hubungi Pak Bram biar ditarik Pak Bram.”

“Iya nantiku hubungi.”

“Mas Hasan ini masih kuliah,” kata Pak Bram menimpali pembicaraan.

“Oh .. Bapak dan Mas Hasan ini apa dari pondok??”

“Bukan aku dan Mas Hasan ini, ikut Majelis Dzikir Thoriqoh di Tuban”

“Oh Majlis Dzikir, kalau Thoriqoh itu gimana Pak”

“Thoriqoh itu ya memperbaiki lahir batinnya amal ibadah, menjalankankan syariat dan hakikat secara bersama dalam beribadah.”

“Kapan-kapan tak main ke Nganjuk bisa menemui Pak Bram di sana.”

“Bisa .. Datang aja nggak papa kok. Santai aja… Hehehe…”

Baru ngobrol-ngobrol, sopir bus sudah teriak “Berangkat!”. Kami segera naik bus dan ada kejadian lucu, bahwa ada bapak-bapak yang meninggalkan surat nikahnya di POL Bis tadi, yang di temukan anggota TNI yang mengamankan pemberhentian bus tersebut.

Setelah bus jalan beberapa kilometer, mataku sudah mulai terlelap tidur. Bangun-bangun udah mau nyeberang ke kapal, ini aku jadi sudah menyeberang ke-3 kalinya menaiki kapal laut menuju Sumbawa. Baru masuk kapal, aku langsung menuju kamar kecil di bawah tangga, yang kusadari tadi ku tahan sejak di bus. Kapal ini enak tempatnya kursinya sofa panjang bisa buat tidur. Dan layar LCD-nya disetel film SpiderMan-3.

“San, beli nasi tuh buat sahur, ini uangnya” kata Pak Bram menyuruhku beli nasi bungkus.

“Nggak usah, perutku dah kenyang inih,” kataku alasan agar tidak dibelikan.

“Nggak papa, udah beli aja…”

“Ini nasi apa Pak?,” sambil kutunjuk bungkusan kertas minyak.

“Itu nasi goreng…”

“Kalo yang ini??”

“Yang ini nasi ayam..”

“Ambil yang ini aja Pak.”

Sambil makan kunikmati tayangan film SpiderMan di kapal. Ada 2 TV LCD yang di pasang di ruangan ini. Di sebelah pojok kanan dan kiri, kalo yang di depanya ada tempat manggung Band. Makan tanpa minum kurang pas, akhirnya pasti belilah minum. Sayangnya di kapal camilan snack dan aqua maupun minuman yang lain digenjot harganya dijual mahal. Penjualnya menawarkan kepadaku kopi hangat hanya 5 ribu satu gelas plastik. Dan secangkir kopi pun yang terbeli. Karena memang aku tak punya uang untuk beli yang harganya mahal-mahal. Hahaha

Kulihat Pak Bram udah tidur nyenyak di kursi panjang. Langsung aja aku ambil posisi tidur malam di kapal ini.

“San, bangun… kapalnya udah mau merapat..”

“Emm.. huah…. ” rasa kantukku masih aja walaupun udah bangun sambil kucek-kucek mataku.

Aku langsung keluar ruangan dan duduk di kursi meja bundar melingkar. Sambil menerawang cahaya kelap-kelip pelabuhan. Merenungi setiap hikmah yang bisa dipetik dari setiap langkah-langkah kaki selama perjalanan ini. Inilah perjalanan taqdir hidupku, terus bimbinglah di setiap gerak dan gerik langgakahku menuju-Mu ya Rob. Entah Tuhan mau memberi pelajaran apa, sampai-sampai aku ke Pulau Lombok ini. Di kapal ini aku menyebrang kira-kira 2 setengah jam-an sampai di pelabuhan NTB.

Sampai di perempatan kecamatan Utan, kami berdua turun dari bis. Kulihat jam di layar HP Androidku dah jam 4 pagi, warga sekitar sini tampak pulang dari mushola setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Kutaruh 2 kardus besar dan kecil yang isinya kardus besar isinya berambang untuk oleh-oleh dari Nganjuk dan kardus kecil isinya air mineral yang sudah di isi energi Do’a dari rumah Pak Bram. Baru lima menitan duduk menselonjorkan kaki di pos, udah ada jemputan motor Scoopy yang dinaiki adiknya bu Nikmah.

“Gantian ya naiknya,” kata adiknya Bu Nikmah sambil memindah kerdus.

“Aku duluan San… nggak papakan kamu di Pos nunggu di sini dulu??”

“Iya nggak papa…”

Sampai di tempat Bu Nikmah ini, Kulihat rumahnya model panggung dan di bawahnya di pakai buat ternak ayam dan angsa. Mbak Piah menyapa kami yang baru datang. Mbak Piah ini memperkenalkan diri bahwa dia kakaknya Bu Nikmah. Dan tempat yang kami tuju ini rumahnya Mbak Piah. Bu Nikmah tinggal di sini beserta anaknya yang kecil umur 3,5 tahun. Dan anaknya yang besar masih SD di pondokan di Jawa. Bu Nikmah sendiri sudah pernah didongkrak atau bahasa kerennya rukyah oleh Pak Bram waktu di Malang, jawa Timur.

“Kalo mau mandi, langsung aja ke kamar belakang di turun tangga…” kata bu Nikmah menghampiri kami yang sedang duduk-duduk di lantai kayu.

“Kamar tidurnya di sebelah itu, kalo mau istirahat”

“Ah di sini saja, istirahatnya nggak papa kok”

“Takutnya nggak kerasan di rumah ini, seperti kakaknya suaminya Nikmah ini, baru sampai di sini, kaget dindingnya kayu, katanya nggak mau tidur di rumah ini takut diintip orang” cerita Mbak Piah yang membuat Aku dan Pak Bram ketawa-ketawa.

“Iya memang keadaanya seperti ini rumah ini” timpal Bu Nikmah.

“Benar, nggak papa kok… Kami tidur di sini udah bagus, Aku dan Mas Hasan ini malah pernah tidur di alas hutan, kuburan, emperan toko itupun hampir satu bulan ketika perjalanan Lelaku Ngedan”. Terang Pak Bram menyakinkan Bu Nikmah, Mbak Piah dan suaminya Mbak Piah yang dari tadi menyimak pembicaraan.

“San, ke kamar mandi sana??” kata Pak Bram sambil menyulut Rokoknya dan masih nimbrung ngobrol sama Suami Mbak Piah.

Aku langsung wudhu, dan sholat subuhan. Gantian Sama Pak Bram. Habis subuhan kuteruskan tidurku sambil merehatkan kaki yang dari tadi ketekuk di bis. Jam 9 pagi aku terbangun. Kulihat Pak Bram sudah menikmati secangkir kopi hitam dan jajanan pasar isi gula merah.

“Mari makan dulu..” suami Bu Nikmah mengajak kami berdua makan siang.

“San nggak makan, ayo makan ” mulailah canda Pak Bram sambil ketawa-ketiwi, mengejekku yang lagi puasa.

“Mari Mas …” pamit makan Pak Jas, suami Mbak Piah.

“Iya, mangga…”

Kuselonjorkan kakiku, sambil mainin HP. Pak Bram kembali ke ruang tamu dan mulai menyulut rokok Mild-nya dengan korek api. Bu Nikmah menghampiri kami dan menceritakan keluh kesah kepada kami awal kisah sakitnya diguna-guna kiriman dukun sejak masih kerja di Arab Saudi.

“Aku nggak pernah jahat sama orang, kok tapi selalu di buat sakit sama orang” curhat Bu Nikmah kepada kami.

“Itu ujian untuk menaikkan kelas. Harus sabar. Kalo nggak ada ujian kelas, kita nggak akan naik-naik derajad kita di sisi Allah SWT.” Kata Pak Bram memberi semangat Bu Nikmah”

“Tapi aku bersyukur alhamdulillah ya, Allah, Engkau mengujiku agar selalu bersabar, nggak papa aku susah seperti ini aku ridho dengan ujian ini.”

“Aku selalu mimpi didatangi kakek-kakek di setiap mimpiku, apa di dalam tubuhku ini ada banyak jin kiriman dukun?” tanya Bu Nikmah penasaran.

“Ada kulihat nanti.. Didongkrak lagi aja,” kata Pak Bram memberi solusi.

“Oh kayak di Malang kemarin ya…”

“Iya… Nanti dukunnya di medium bisa.”

Setelah kami berbincang-bincang dengan Bu Nikmah. Bu Nikmah kembali ke belakang.

“San, tarik saja Jin penghuni rumah ini. Semua yang di atas dan di bawah rumah dan penguasa terkuat kecamatan Utan!”

“Siaaap”

Langsung ku tarik jin semua penghuni rumah Bu Nikmah dan lalu kuberi perintah untuk menjaga penghuni rumah ini dari dari serangan Dukun, tak lupa ku persenjatai dan ku tambah power jinnya.

“Eh ku tarik saja penguasa terkuat Kecamatan Utan ini,” kata Pak Bram sambil konsentrasi menarik sesuatu.

Dan penguasa terkuat di Kecamatan Utan ketarik di hadapan Pak Bram dan langsung di-Islamkan dan diberi perintah menjaga rumah ini dari serangan, dan sebagian prajuritnya di sebar di sekitar rumah ini.

Jam 3 sore, aku membantu Pak Bram mengisikan air Do’a yang kami bawa tadi ke botol Kratingdeng. Untuk pagaran Rumah Mbak Piah dan Rumah Bu Nikmah yang udah dibangun lokasinya masih satu desa dengan Rumah Mbak Piah, tapi Rumah Bu Nikmah ini dibiarkan kosong bertahun-tahun belum dihuni katanya menunggu suaminya pulang dari Arab Saudi. Dan takut kalo tinggal berdua sama Anaknya yang kecil disana. Karena di samping rumah itu tetangganya pernah disatroni perampok sampai tiga kali. Dan lakinya rumah itu sampai gelut bertengkar dengan perampok, alhamdulillah masih selamat.

Setelah selesai, kami di ajak melihat rumah yang dibangun Bu Nikmah, Rumahnya besar dan luas. Tinggal mempercantik saja. Terlihat gentengnya agak bocor, dan jendelanya ada yang pecah. Kuhitung kamarnya ada empat. Dan kamar mandinya dua. Di dalamnya ruangannya luas. Tapi sayang temboknya ada yang udah terkikis, karena memang rumahnya belum dihuni pemiliknya.

Ketika melihat genteng-genteng yang ditaruh di bawah. Tiba-tiba Pak Bram memintaku untuk mencabut serangan kiriman dukun yang ditujukan ke kakinya. Langsung kutarik cabut dari kaki Pak Bram. Sebenarnya dari semenjak perjalanan naik bus kaki Pak Bram udah terasa sakit dapat serangan. Ketika Pak Bram di bus bilang anggota tubuhnya terasa sakit. Langsung aku konsentrasi ku salurkan hawa energi mencabut serangan dukun dan kusalurkan energi penyembuh ke anggota tubuh Pak Bram terutama kaki dan perutnya selama perjalanan yang menjadi sasaran dukun. Itulah enaknya bersama tidak sendirian, saling bahu-membahu jihad melawan dukun.

Habis sholat magrib aku buka puasa. Sudah disiapkan oleh Mbak Piah. Dari mulai es Susu Marjan warnanya merah muda, tiga gelas dan dua cangkir kopi susu. Wah, makanan ikan laut, cumi-cumi bumbu pedas, mie, kulup bayam, sudah tertata rapi. Langsung kuambil nasi dan ambil cumi-cumi bumbu pedasnya, sedikit mie dan kulup. Ah, nikmatnya alhamdulillah.

“Ayo Mas, imbuh lagi makanya.. hehehe” kata Pak Jas senyam-senyum sambil melihatku.

Selama kami di sana hujannya makin deras. Dan listriknya dimatikan sama pusat, jika udah reda dinyalakan lagi, sampai 2 kali dimatikan pusat waktu kami lagi ngobrol-ngobrol sama Pak Jas dan Mbak Piah. Ketika hujanya tetap tidak reda malam itu, kucoba tanganku arahkan atap langit-langit rumah diiringi tangan Pak Bram juga, aku dan Pak Bram sama-sama konsentrasi menghentikan hujan deras ini.

Alhamdulillah seketika itu hujan langsung reda. Dan kami mulai mendongkrak atau bahasa gaul rukyah, seluruh anggota rumah ini. Pak Bram merukyah Bu Nikmah, aku sendiri merukyah Pak Jas yang katanya keluhannya tidak punya anak. Suaminya Bu Nikmah yang masih di Arab Saudi menyaksikan proses Rukyah “Dongkrak” Lewat Video Call HP.

Ganti selanjutnya anak yang kecil Bu Nikmah yang umur 3 tahun dan selanjutnya Mbak Piah. Selesei Rukyah, aku dan Pak Bram memedium Dukun. Pak Bram sebagai mediatornya. Kutarik dukun terkuat yang menyerang Bu Nikmah dan kumasukkan ke mediator. Kulihat sudah masuk ruh dukunnya.

“Udah masuk, hayo siapa ini?”

“Kamu siapa? Tarik aku sampai aku disini?”

“Hmm.. Kamu tahu siapa aku?”

“Nggak tahu.. Aku nggak kenal, Seenaknya main tarik-tarik hrr…hrmmm,” si mediator terlihat ekspresinya marah mengeram mau menyerangku.

Langsung aja nggak pakai lama ku buat tali ikatan mengikat ruh dukun, dan aku konsentrasi, tangan ku kuputar kubayangkan membuat ikatan mengikat ruh dukun di depanku. Terlihat si mediator jadi diam tak bisa bergerak. Tanganku kubuka, di depan mediator dan aku konsentrasi menyedot ruh dukun dan tanganku kugerakan seperti memegang erat sesuatu dari genggaman tangan. Langsung saja kulepaskan dalam bayangan. Saya lemparkan ruh dukun itu masuk ke neraka. Dan bluk terdengar suara geblak badannya Pak Bram ke belakang. Wah aku terkejut juga, melihat raga Pak Bram yang kujadikan mediator nggak bangun-bangun. Seperti ada yang menuntunku untuk menarik sisa Ruh dan sukma dukun, langsung ku kembalikan semua ruh dan sukma Pak Bram ke Tubuhnya. Alhamdulillah Pak Bram berangsur-angsur bangun.

“Bangun .. Hei.. bangun,” kataku di samping tubuh Pak Bram yang masih tergeletak di lantai. Dan Pak Bram mulai sadar bangkit bangun.

“Ruhnya dukun kamu remas dan hanyutkan ke sungai, San?”

“Aku lempar saja ke Neraka tadi”

“Oh… ”

Pak Jas dan Mbak Piah yang dari tadi menyaksikan hanya melongo matanya tanpa berkedip melihat kejadian tersebut. Sekarang gantian aku dijadikan mediator untuk memedium jin yang menyukai Mbak Piah. Sore tadi Mbak Piah cerita waktu ada Bu Nikmah juga, bahwa dia disukai jin, tiap malam hadir di mimpinya, dan jin itu di mimpi mau mengajak nikah Mbak Piah. Saking jengkelnya dia tiap malam dimimpi’in jin itu. Ketika jin itu hadir di mimpinya dia langsung memarahinya, namun karena jin itu terlanjur kasmaran, walaupun cintanya sudah ditolak Mbak Piah. Tetap aja dia masih sering hadir dimimpi.

Pak Bram menarik jin di belakang rumah dan memasukkan ke ragaku. Medium itu bisa full dan bisa 50% sadar jadi bisa dikontrol, seperti mediumisasi jin ini, aku bisa mengontrol dan masih bisa mendengar jelas pembicaraan pemediator. Kalau medium ruh dukun tadi itu mediumnya full, orang yang dirasuki bisa polah seenaknya mau junggakir-balik maupun berdiri buat gerakan mau silat terserah mengikuti tinggakah polah ruh yang di masukan ke mediator tadi.

“Siapa ini…?”

“Jin… “

“Kamu yang mengganggu Mbak Piah, tiap malam hadir di mimpinya??”

“Iya…”

“Kenapa kamu selalu mengganggu dengan hadir di mimpi?”

“Iya karena aku suka dia,” si mediator tanganya menunjuk Mbak Piah.

“Kamu masuk Islam ya?”

“Iya………”

“Ini kukasih ilmu sholat. Dzikir TQNS coba lihat di tanganmu” .

Si mediator melihat telapak tanganya.

“Oh ya… ya…”

“Ini ku kasih senjata pedang.”

Si mediator mengangkat tangan kanannya seperti memegang pedang yang besar.

“Sekarang kamu jangan ganggu Mbak Piah, jaga rumah ini dari serangan Dukun”

“Iya.. iya… siaap”

“Berapa temanmu di belakang Rumah??”

“Ada 900an…”

“Tarik ke sini… Ajak masuk Islam semua..!!”

Mediator mengangkat tangannya dan seperti menarik sesuatu digenggamannya, dan dihantamkan ke lantai. Lalu membuat lingkaran.

“Udah Islam semuanya temanmu?”

“Udah.. ”

“Sekarang suruh temanmu jaga rumah ini dari serangan Dukun!!”

“Iya … Iya… “

“Sekarang kamu boleh kembali..”

Pak Bram menarik Jin tersebut, dan mediator bangun. Selesai sudah masalah di rumah ini. Pak Bram lalu ke kamar mandi, aku sulut rokok Mildnya milik Pak Bram hehehe. Cari gratisan.

“Mas umurmu berapa?” tanya Pak Jas penasaran.

“Umurku masih 21 tahun Pak”

Pak Jas dan Mbak Piah Saling tengok satu sama lain keheranan.

“Mas ini semuda ini kok ilmunya tinggi?”

“Ya Alhamdulillah dari berkahnya ilmu dari Guruku”

“Pak Bram ini mirip kakaknya, Pak Jas. Persis tingginya, dari posturnya dan wajahnya..” kata Mbak Piah sambil melirik ke Pak Bram yang lagi sholat Isyak.

“Hahaha,” aku dan Pak Jas hanya ketawa-ketiwi.

“ini jajannya kok nggak dimakan?” tanya Mbak Piah sambil memandang jajanan pasar yang isinya gula.

“Jajannya nggak ada yang makan, Mas Hasankan puasa 7 bulan kasian kalo bolong puasanya, mengulangi lagi dari awal”. Kata Pak Bram sambil menuju kursi.

“Oh iya, ya.” Mbak Piah sambil mengambil lengser bekas minuman kopi yang habis.

Aku dan Pak Jas ngobrol sebentar. Dan kami pun tidur istirahat. Baru tidur sejaman. Aku terbangun ada dua orang mengantar susu kuda liar dan madu pesanan Bu Nikmah untuk oleh-oleh kami yang besok pagi pulang. Yang kutahu yang satu orang ini berasal dari Blitar, yang merantau di Sumbawa ikut saudaranya. Aku agak ngantuk jadi nggak konsen dengan pembicaraan Pak Bram dan kedua orang tersebut. Setelah dua orang itu pamit.

Bu Nikmah datang dari dapur, menghampiri kami yang sedang di ruang tamu.

“Aku kok nggak dibangunin waktu mediuman dukun tadi.”

“Mau bangunin tapi takut ganggu istirahat…” kata Pak Bram. Karena memang jin banyak yang keluar dari Bu Nikmah waktu di rukyah tadi. Sampai-sampai pusing kepala Bu Nikmah habis di-rukyah tadi. Bu Nikmah langsung pergi tidur selesai di-rukyah.

“Mas Hasan makan lagi ya sekarang nanti takutnya jam-3an ketiduran nggak ada yang bangunin,” kata Bu Nikmah menyuruh makan sahur.

“Iya sekarang aja, nanti sahurnya nggak usah”

“Mas Hasan ini kuatlah nggak sahur, la kan puasanya aja udah sampai tujuh bulan” timpal Pak Bram.

Malam itu aku makan itung-itung sebagai sahurku. Setelah makan aku teruskan tidur malamku yang terhenti. Untuk persiapan perjalanan panjang besok yang menanti.

Habis subuhan aku masukkan barang-barangku ke tas. Takut lupa ketinggalan. Mbak Piah seperti biasa pagi-pagi sudah mensuguhkan secangkir kopi buat Pak Bram.

“Gimana inih, tiga dukun yang masih tersisa dihabiskan dari sini aja?? Aku meminta pendapat ke Pak Bram.

“Nggak usah kita tarik di rumah aja… “ kata Pak Bram yang masih menikmati setiap sedotan Rokok Mildnya.

“Pak Bram katanya pulangnya hari Rabu, ini malah hari Selasa pagi. Jadi satu harian saja disini, barangkali mau di urungkan niat pulangnya,” kata Bu Nikmah menggandoli kepulangan kami yang begitu cepat.

“Gini lo, aku juga bagi-bagi waktu di sini dan di rumah, soalnya di rumah banyak yang membutuhkanku, ini HP ku dari tadi malam banyak yang menghubungi butuh pertolongan, dan juga kebetulan ayahku juga sedang sakit di rumah”

“Bukan nggak betahnya di sini atau kapok kesini?”

“Nggaklah. Kenapa kapok, aku udah biasa diserang dukun, Malah pernah diserang 70 dukun, kalo di sini mah nggak papa. Aku kuat,” terang Pak Bram.

“Oh berarti bukan nggak betahnya di rumah ini ya..?”

“Bukan”

“Ini nasi bungkus buat perjalanan nanti” kata Mbak piah sambil memberikan nasi bungkus di tas kresek.

Kamipun di antar ke perempatan Kecamatan Utan, menunggu travel yang mengantar kami ke Pol Bis Damri. Sekitar setengah jam kami menunggu Travel ini baru datang di perempatan. Kalo teringat baiknya Keluarga Bu Nikmah kepada kami juga semua akomodasi PP ke Lombok sudah ditanggung suami Bu Nikmah, jadi kami merasa bersalah pulang secepat ini, dan nggak enak merepotkan terus di rumah Mbak Piah, di samping itu sebenarnya jika kami berdua berlama-lama di sana takut banyak serangan yang ditujukan ke kami berdua dampaknya bisa ke keluarga Bu Nikmah dan keluarganya. Makanya Aku dan Pak Bram inisiatif cepat pulang.

Sampai di Pol Damri jam satuan, kemudian kami berangkat ke bandara Lombok Internasional Airpot (LIA) jam 4 sore. Tiba di bandara jam 5 sore. Keberangkatan pesawat kami menuju Bandara Juanda Surabaya Pukul 09.15 menit. Kami ya cuman duduk-duduk aja di bandara sambil lihat orang lalu lalang. Kuselonjorkan kakiku ku lihat ada satu keluarga duduk di samping duduk ku. Yang ku ketahui ini cewek masih muda. Kutaksir umurnya 25an lebih. Namanya Erin.

“Mbak mau kemana?'” tanyaku

“inih mau pulang ke Malaysia, habis liburan dari Bali selama 4 hari di lombok 3 hari”

“Oh, hehehe waktunya pulang kembali kerja”

“Iyah waktunya pulang, uang udah habis, waktunya cari lagi hahaha….”

“Hahaha….”

“Mau ke mana Pak?” Hmm.. masih muda gini aku dipanggil bapak-bapak.

“Mau pulang ke Jawa, di Kediri.”

“Aku pernah ke Jawa waktu preweding di Jogja, candi Prabanan juga,”

“Oh di Jogja, di Malboroo ya?”

“Iya… ”

“Ke Magelang, Candi Borobudur juga?”

“Iya ke sana juga. Datukku kan asalnya dari magelang”

“Sekarang masih hidup?”

“Ya sudah tiada, hahaha….”

“Ini anak kamu ya Mbak?”

“Iya anak kecil ini anakku yang satu ini”

“Coba anak kecil itu bahasa Malaysianya apa, San”? tanya Pak Bram.

“Anak Keeeciiil….”

“Bukan, tapi Budak Keciil”

Hahaha kami dan Erin ini tertawa-tawa kayak sahabat karib saja padahal baru bertemu.

“Kalau Mbak ini mau kemana?” tanya Erin ke cewek berkerudung pink.

“Mau ke Blitar”

“Blitar mana Mbak?” tanyaku penasaran.

“Blitar….. dekat ini….”

“Kok sendirian” tanya Erin.

“Iyah dijemput suami kok.”

“Hmm. Mbak umurnya berapa kok sudah menikah” tanya Erin.

“Iya 20 tahun”.

“Hah umur segitu udah kawin? Aku aja umur 25an hehehe. Tuaa,” tanya Erin keheranan.

“Namanya orang pesantren jadi umur segitu udah dinikahkan, adikku umur 17an malah udah nikahkan.”

“Oh…”

“Aku berangkat dulu” kata gadis pink tadi.

“Iyah… “ jawab Erin.

Lima menit kemudian, Erin dan keluarganya udah berangkat. “Duluan Pak”. Sambil senyum. “Iya”. Sambil menunggu buka, ku coba beli kopi di mesin otomatis. Kumasukkan uang 5 ribuan, uangnya kembali masuk, eh, ternyata kalau uangnya tidak melipat sedikit pun, baru mesinya mau menerima uangnya, hehehe.

Jam 09.20 pesawat berangkat dari Bandara Lombok, ketika di penerbangan ini ada terasa yang tidak seperti biasanya, waktu perjalanan penerbangan jadi memakan waktu lama, Pesawat goyang. Selama melintasi awan mendung dan petir kilat. Aku dan Pak Bram hanya berdoa dan konsentrasi untuk membuat perjalanan pesawat ini dijauhkan dari gangguan dan semua penumpang agar tetap selamat sampai tujuan bandara Juanda.

Tiba di bandara Juanda jam 10 malam, keluar bandara kami langsung cari bus Damri yang menuju ke Pol bis. Karena banyak sekali calo di mana-mana. Di pol bis kami cari warung soto dulu hehehe.. Di bandara Lombok tadi perutku hanya kuisi roti dan air mineral, baru di pol ini kuisi nasi. Setelah selesai makan kami cari bus jurusan Madiun. Sampai di Nganjuk di hari Rabu jam setengah 3 pagi.

Aku sekalian mandi di rumahnya Pak Bram, dan makan sahur di sana. Jam 3 pagi kuputuskan langsung pulang ke Kediri. Walaupun sebenarnya aku disuruh istirahat dulu, pulangnya nanti saja. Karena aku nggak suka merepotkan orang, aku pulang naik sepeda motor vega merahku, jalanan masih petang dan sepi, kesempatan ku pacu laju gas motorku sampai di rumah jam 4 pagi.

Penulis: Hasan Catra