Hai! Balik lagi denganku. Kali ini, aku mau cerita lagi. Gak papa ya, tentang benda terus. Tapi sepertinya, semua benda itu berkesempatan menjadi SARANG MISTIS. Seperti kejadian ini.

Aku sedang berlibur tahun lalu ke Bangka. Nah, aku menginap di rumah pamanku yang berada di daerah yang hampir-hampir terpencil. Di sebelahnya terdapat rumah sepupuku yang lain bernama Caca.

Nah, sepupuku yang dari Jakarta datang juga ke sana, sebut saja namanya Pira. Mereka berdua itu indigo. Sebetulnya aku kurang percaya adanya indigo. Hanya saja setelah kejadian ini sepertinya aku jadi takut, deh.
Kita lompat setelah hari pertama aku liburan.

Karena bukan pada hari itu kejadiannya. Pada hari kedua, aku, Caca dan Pira bersantai di rumah pamanku, tepatnya di teras rumah sambil makan. Hehe.. namanya juga liburan jadi kami malas-malasan sambil menikmati sinar matahari pagi.

Kebetulan di depan teras ada kebun pamanku yang luas, jadi kami memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak. Sekaligus menghilangkan kebosanan karena duduk terus-terusan di kursi teras.

Kami jalan bertiga. Kami melewati pohon-pohon dan semak-semak. Kami terus berjalan dengan seru sampai aku dan Caca sadar Pira ketinggalan. Saat kami menoleh ke belakang, terlihat Caca teriak-teriak sendiri. “Kenapa?” Sontak aku dan Pira bertanya heran. “I… itu, ada katak!” Kata dia sambil histeris. Hah?! Kami pun melihat ke arah semak-semak di dekat Pira. Ada sebuah katak sedang melompat ke arah semak. Kataknya berwarna hitam!

“Apaaaaa?” Aku dan Caca kaget. “Terus emang napa katak hitam?” Tanyaku. “Biasa aja ah!”

“Jangan begitu,” kata Pira waktu itu. Dia cerita, katanya, katak itu seperti menarik dia, lalu berkata, “Aku akan berada di depanmu!”

Kami pun mengabaikan ucapan Pira karena dirasa konyol. Setelah itu kami makan siang dengan keluarga paman ku. Adapula nenekku disana.

Kami lalu makan di sofa karena tidak ada tempat untuk kami. Nah, pada saat inilah terjadi keanehan. Caca berbisik kepadaku. Katanya dia melihat kuntilanak di sebelah TV dan dia sedang mencoba merasuki TV. Pira juga terlihat tegang. Saat aku melihat ke TV, ada bayangan siluet mirip kuntilanak sedang berdiri!

Kami lalu pergi ke kamar tempatku menginap, dengan cara berlari sekencang-kencangnya sambil mencoba untuk tidak melihat TV. Kami berusaha tidak berteriak. Syukurlah kami lalu tiba di kamar. Fyuh…

Ada cerita satu lagi di hari ke empat. Pagi-pagi, aku dibangunkan mamaku. Katanya kami akan pergi ke pantai dengan mengajak paman, anak-anak paman (yang juga sepupu ku yang lain), Pira dan juga Caca.

Beberapa menit sebelum berangkat, aku, Pira dan Caca seperti biasa, minta izin untuk keluar. Sementara mama, tante dan para orang dewasa menyiapkan keperluan ke pantai. Kata nenek tidak boleh, karena panas pada saat aku dan mereka keluar.

Aku dan Caca menurut dan segera masuk. Tapi anehnya, Pira masih di luar walaupun nenekku sudah memanggilnya. Akhirnya nenek menyerah dan minta tolong kami memanggil Pira.

Kami pun keluar dan memanggil Pira dari teras. Kami terkejut! Pira sedang bengong di depan teras, atau dapat dibilang dia tidak sedang di teras.

Kami berusaha memanggil Pira, tapi dia masih bengong. Kami mencoba melihat ke arah wajah Pira. Dia menetapi kami dengan tatapan kosong dan dingin. Wajahnya pucat. Kami pun mencoba mengambil perhatiannya, tapi gagal.

Tiba-tiba dia pingsan. Kami pun panik dan memanggil nenek serta tante dan mama. Pira pun dibopong oleh tante ke arah sofa. Nenek dan mama mencari minyak angin dan aku serta Caca mengipasinya dengan koran di atas meja kecil.
Beberapa menit kemudian dia pun siuman. Dia bilang pada nenek, mama dan tante bahwa dia hanya sedikit pusing. Tapi apa yang dia bilang ke kami sungguh mengejutkan. Katanya ada sosok perempuan tak kasat mata yang sedang mencoba untuk mengganggunya.

Aku tidak tahu apa itu hanya khayalan Pira, atau rumah pamanku agak angker. Yang pasti malam itu aku takut sekali saat tidur.

Penulis: Diana