Toilet Tua di Belakang Sekolah (Bagian 6)
Kami mendekatkan telinga ke pintu. Dari balik terdengar suara Pak Andre. “Ya, setelah seminggu saya pelajari, saya ada beberapa penemuan baru, Pak.”
“Ok, coba laporkan. Pokoknya kita harus hati-hati. Jangan sampai gara-gara kesalahan kita, akhirnya memancing sensasi media. Karena kalau ini sampai ketahuan, reputasi sekolah bisa terancam.”
Terdengar Pak Andre menghela napas. “Sebenarnya, penemuan saya ini tidak cukup kuat untuk membuktikannya. Sejauh ini memang masih berupa spekulasi, Pak Lukman. Bagaimanapun juga anak itu belum ditemukan hingga kini.”
“Baiklah. Saya paham. Memang ini tidak gampang. Coba ceritakan apa yang kamu temukan.”
Otak saya berputar keras mencoba memahami apa yang sedang mereka bicarakan. Memang ada kejadian apa di sekolah ini yang bisa sampai membuat heboh hingga memancing semua awak media datang? Jangan-jangan ini berkaitan dengan hantu siswi di toilet belakang? Jangan-jangan Pak Andre dan Pak Lukman memang terlibat dalam kasus pembunuhan siswi itu?
Jika sampai ketahuan mereka kita sedang curi dengar, saya khawatir kita tidak hanya dikenakan sanksi. Jika mereka benar-benar adalah pembunuh, kami mungkin saja dihabisi… Saya menoleh ke Ismail dan Daniel. Mereka masih sibuk mendengar dari balik pintu. Saya mulai was-was. Saya menarik baju mereka, tanda saatnya kami harus pergi dari situ. Tetapi mereka tidak bergeming. Mereka hanya menunjukkan tanda diam, dan ingin mendengar lagi.
Saya kembali mendengar suara Pak Andre berbicara.
“Terakhir saya menuju ke beberapa lokasi yang mungkin ada kaitan dengan dirinya. Saya ke daerah sekitar tempat tinggalnya dan tempat sekolah dulunya.
“Dari rumahnya saya bisa memastikan keluarganya tergolong cukup berada. Dari info tetangga-tetangga, tidak ada yang aneh pada dirinya. Di komplek situ, memang agak tertutup, jadi tetangga tidak terlalu tahu banyak hal juga. Lalu, saya lanjut investigasi di sekolah dia dulu. Dari guru-guru terdahulu cerita dia anak yang biasa-biasa saja. Tidak sangat mencolok. Pergaulannya juga normal.”
Pak Lukman terdengar agak kecewa, “Ooh. Jadi memang tidak ada temuan apa-apa dari lingkungan rumahnya maupun sekolah terdahulu?”
“Tidak Pak. Dikarenakan investigasi di rumah dan sekolah terdahulu tidak membawa kemajuan, jadi saya sengaja mengulang investigasi kembali. Saya sengaja kembali ke tempat foto itu ditemukan, dan benar saja setelah diperiksa kembali memang ada sesuatu di sana. Di toilet tua belakang sekolah kita.”
Kami bertiga semakin mendekat ke pintu. Saya sendiri mulai bingung apa sebetulnya yang mereka bicarakan, karena sejauh ini saya tidak begitu mampu mencerna ucapan-ucapan mereka. Tetapi Pak Andre waktu itu memang datang ke toilet tua. Dan dia memang waktu itu terlihat sedang investigasi sesuatu. Apa sebetulnya yang dia cari?
“Jadi apa yang kamu temukan?”
“Pintu toilet itu ada tanda pernah dibuka kemudian dipalang kembali.”
“Apa!?” terdengar Pak Lukman sangat terkejut.
“Jika hanya dilihat sekilas tidak akan kelihatan. Pekerjaannya sangat rapi. Saya Sabtu malam mengeceknya. Dan Minggu pagi, bareng Pak Rusman berdua, kami buka paksa toilet itu untuk mencari tahu.” cerita Pak Andre.
Pak Rusman adalah pengurus sekolah, menggantikan penjaga sekolah terdahulu yang kalau gak salah namanya Pak Marso.
“Mengapa, tidak memberi tahu saya langsung hal itu!?” tanya Pak Lukman masih belum hilang keterkejutannya.
“Karena waktu itu Anda sedang di luar kota dan sangat sibuk dengan masalah rapat antar kepsek dengan diknas. Saya bermaksud ingin memastikan semua hal terlebih dahulu baru infokan sekalian kepada Anda.”
“Hm.. Baiklah. Jadi apa yang kalian temukan di sana?”
“Kami menemukan beberapa foto lagi. Semuanya sama. Perempuan. Mata dihitamkan dengan spidol. Cuman foto ini sudah sangat tua. Ini foto-fotonya.” Kami mendengarkan suara beberapa lembar foto diletakkan.
“Sial. Apa sebetulnya maksud dari ini semua. Apa sebetulnya motif dia? Itu semua adalah korban?” tanya Pak Lukman.
“Entahlah. Semua foto itu tidak ada yang saya kenali. Selain foto ini terlihat tua, saya sendiri juga agak sulit identifikasi orangnya karena matanya dihitamkan. Tetapi sejauh yang saya tahu, tidak ada siswi yang hilang bukan? Maksud saya, selain si Ri..”
“Tidak. Tidak ada yang hilang atau absen kepanjangan,” Pak Lukman buru-buru potong seolah-olah dia enggan mendengar nama yang ingin disebutkan Pak Andre.
“Lalu dari foto-foto itu. Apakah kamu menemukan hubungan dengan dia? Dengan si Felix itu?”
Sekejap kami bertiga seperti disihir menjadi es. Tidak ada yang bergerak. Semua saling menatap saja.
“Masih belum ada indikasi kuat, tetapi secara tidak langsung memang dia yang paling mencurigakan. Saya rasa kita harus interogasi dia langsung saja.”
“Tidak! Masih belum cukup. Dengan bukti hanya seperti itu tidak menunjukan keterlibatannya. Kita butuh bukti yang lebih kuat lagi. Jika ingin menyeret si Felix itu pelaku penculikan siswi itu!” tukas Pak Lukman.
Si Daniel tiba-tiba buka pintu dan masuk ruangan kepsek. Saya dan Ismail gelagapan, karena begitu pintu terbuka kami bertiga langsung terlihat jelas oleh Pak Kepsek dan Pak Andre. Jadi mau tidak mau berjalan masuk. Sambil tertunduk.
Pak Lukman dan Pak Andre menatap terkejut ke kami. Saya bisa memahami perasaan mereka. Mungkin antara bingung dan marah. Daniel tidak begitu peduli. Dia langsung bertanya ke Pak Andre.
“Apa maksud bapak tadi? Felix pelaku penculikan?”
“Apa-apaan ini?!,” tanya Pak Lukman.
“Gak apa-apa Pak. Mereka selama ini memang saya lihat lumayan dekat dengan Felix. Saya bermaksud ingin tanya mereka, tetapi sekarang pas mereka ada di sini, biar kita sama-sama berbagi info saja,” jelas Pak Andre mencoba menenangkan kepsek.
“Kalian tahu sebetulnya curi dengar pembicaraan adalah tidak benar.” ujar Pak Lukman menasehati.
Saya langsung mengangguk, “Iya Pak. Maafkan kami.” Sial Daniel! Kenapa tiba-tiba dia menerobos masuk? Umpat saya dalam hati.
“Pak, bisa mohon jelaskan?” Daniel memohon. Dia sepertinya agak was-was. Mengapa dengan Daniel?
“Baiklah. Tapi mohon jangan kalian sebarkan ke siapa-siapa, terutama teman kelas kalian.
“Felix sebetulnya adalah siswa yang tidak naik kelas. Jadi ini adalah tahun kedua dia di kelas 10. Sebetulnya tidak naik kelas bukan masalah besar. Tetapi dia ada indikasi kuat dia terlibat dalam kasus seorang siswi hilang tahun lalu.”
Kami semua terdiam. Mencoba mendengar lebih detail apa yang akan disampaikan Pak Andre. Saya agak terkejut ternyata Felix siswa yang tidak naik kelas. Saya tidak pernah mendengar dia cerita. Saya malah mengira dia termasuk anak yang pintar. Betul-betul tidak terduga.
“Salah satu siswi di sekolah ini hilang. Tepatnya saat di penghujung tahun ajaran yang lalu. Ini sempat masuk berita sekilas, tetapi karena tidak ada kabar dan penemuan apapun beritu itu dengan cepat tenggelam diganti berita lain. Saksi mata terakhir melihat siswi ini terakhir pulang bersama Felix di angkot. Hanya saja kesaksian Felix sendiri dia turun duluan. Oleh karena itu, tidak ada yang bisa membuktikan.”
“Kalau begitu, bukankah dia tidak bersalah?” tanya Ismail heran. Saya sependapat dengan Ismail. Mengapa mereka ngotot Felix adalah pelakunya?
“Masalahnya, kami menemukan foto ini.” Pak Andre menunjukkan sebuah foto kepada kami. Seorang perempuan, dengan matanya dihitamkan dengan spidol. Ah! Itu foto yang dilihat Doris!?
“Ini adalah foto siswi yang hilang itu. Foto ini ditemukan oleh saya secara tanpa sengaja karena melihat Felix sedang mencoba menyisipkannya ke balik pintu toilet tua. Saya penasaran jadi setelah dia pergi saya langsung mengambilnya”
“Memang ini aneh sekali. Kenapa mata dispidolkan. Dan mengapa ini berarti Felix pelakunya?” tanya saya bingung.
“Foto ini ada hubungannya dengan kehilangan siswi ini. Soalnya pada hari si Felix menyisipkan foto, langsung pada keesokan harinya sekolah mendapat kabar bahwa siswi itu belum balik-balik rumah semenjak kemarin.
“Jika kalian sebagai orang awam. Menurut kalian tidakkah ini sangat mencurigakan? Hari itu dia menaruh foto, di sore itu juga siswi itu hilang. Dan lagi, dia adalah orang yang terakhir terlihat bersama siswi ini!” jawab Pak Andre.
“Kami tidak bisa melaporkan hal ini ke polisi, karena kami tidak mau dibesar-besarkan media. Oleh karena itu, sementara saya meminta Pak Andre investigasi terlebih dahulu. Juga saya sengaja mengangkat beliau menjadi wali kelas kalian, agar dia bisa memantau lebih dekat si Felix,” jelas Pak Lukman.
“Ga.. gawat,” Daniel gemetaran. “Do..Doris bareng dia hari ini.”
Saya tiba-tiba teringat. Iya! Gara-gara kami dipanggil Kepsek untuk menghadapnya saat pulang, Doris akhirnya pulang sendiri. Tetapi Felix hari ini tiba-tiba pulang bareng Doris. Padahal selama ini Felix tidak pernah bareng kami pulangnya. Saya sendiri tidak tahu persis di mana rumahnya. Harusnya tidak mungkin dia penculik kan? Pikirku kalut.
Daniel buru-buru mengeluarkan handphone dan menekan layar touchscreen ponselnya dengan gemetaran. Sedangkan Pak Andre entah mengapa tiba-tiba berlari keluar.
Saya bisa merasakan suasana di ruangan kepsek sangat tegang. Saya dan Ismail memperhatikan Daniel dengan penuh harap. Asal panggilan itu terdengar suara balasan dari Doris maka semuanya akan baik-baik saja. Iya, Doris pasti akan mengangkat telepon. Tetapi hal itu tidak pernah terjadi. Tidak ada yang angkat-angkat panggilan Daniel.
Tidak putus asa, Daniel tekan nomor lain lagi. Kali ini ada yang angkat.
“Ma, apa Doris sudah pulang?” Ternyata Daniel telepon ke rumah. Kami tidak bisa mendengar suara ibunya. Jadi hanya bisa menebak arah pembicaraannya.
“Oh, baiklah. Saya masih di sekolah dipanggil kepsek.”
“Iya… iya… Saya akan hubungi Doris nanti,” ujar Daniel sambil menutup ponselnya.
“Dia belum pulang,” jawab Daniel putus asa.
Seharusnya jika dia pulang memang sudah seharusnya dia di rumah sekarang. “Sudahlah. Mungkin dia pergi ke mall,” ujar saya menenangkannya.
Pak Andre kembali ke ruangan kepsek dengan napas terengah-engah. “Gawat! Saya menemukan foto baru di toilet belakang….” Saya melihat tangannya menggenggam selembar foto. Itu foto orang yang saya kenal. Doris. Dengan mata dispidol hitam…
tambahin lagi dong ceritanya
dalam proses penyusunan :) Thank you udah baca
makin seru aja ceritanya…
Terima kasih… :)
Saya ikuti seri ini dari awal hingga part 6. Cukup bagus alurnya, cuma terlalu banyak bagian yang diulang2. Cerita ini layak diangkat ke mini novel, atau mungkin serial FTV.
terima kasih atas inputnya… :)
Bagian ke 7 cepetan dong udah gak sabar
Iya, moga-moga dalam minggu ini sudah selesai bagian ke 7…
Kereeen ga sabar nunggu cerita selanjutnya
Terima kasih Monica :)
Part 7nya kapan nih>< gak sabarr… update secepatnya ya………
nih cerita kalo di bikin film pasti byk yg nonton,, yg awalnya ngira felix itu baik tapi tenyata jahatt…
gw harap nih cerita di film kan..
tapi yang di part 7 malah kyknya Pak Andre yg jahat…