Halo. Namaku Vara Ravsoridky. Aku lahir di Spanyol dan sampai saat ini aku tinggal di Russia. Kalian bisa panggil aku Vara. Aku sangat benci di sini. Aku tidak punya orang tua… Orang tuaku sudah meninggal. Dan sekarang, aku diasuh oleh pamanku yang usianya meninjak 42 tahun dan tinggalnya di pedalaman hutan Harjaforza…

Hutan itu dianggap hutan angker… Tapi aku tidak takut…. Toh selama 7 tahun ini aku tinggal di situ dan tidak terjadi apa apa…. Untuk apa takut?

Aku tidak punya teman sama sekali… Di sekolah pun, aku dianggap aneh karena aku tinggal di pedalaman hutan. Temanku hanya satu… Nala. Dia adalah gadis seumurku dan tinggal di rumah yang kudiami itu. Dia pernah berkata “Aku sama denganmu… Jadilah temanku… kita dapat bertukar cerita…” Lalu aku menerimanya menjadi temanku. Ia suka membantuku seperti mencabutkan buah mangga yang matang dan segar untukku.

Kami sudah menjalin hubungan persahabatan ini selama 4 tahun dari aku kelas 4 SD. Karena ini hari libur, aku bebas bermain dengan Nala. “Pagi Nala!” sahutku sambil berlari keluar rumah. “Pagi.. Tidur kamu nyenyak?” tanya Nala.

“Banget… Aku mimpi, kamu sama aku ke taman surga dan kita memetik buah mangga yang banyak dan matang di sana…” kataku. “Mau nggak, kita ke sana?” tanyanya. “Ah, kamu mah sukanya ngada-ngada…” jawabku. “Ya udah… Kita petik mangga aja yuk!” ajaknya.

“OK” jawabku. Lalu kami pergi ke bagian selatan hutan. Tempat di mana mangga-mangga beserta buah lainnya tumbuh subur…

“Kamu baik ya sama aku… Boleh aku ajakin teman aku berkenalan sama kamu?” tanyaku. “Nggak… Cukup kamu seorang aja yang jadi sahabat aku,” jawabnya.

“Emang kenapa?” tanyaku lagi.

Mendadak dia mengambil 3 buah daun kering dan meremuknya hingga menjadi serpih. “Kalau ada beberapa banyak dalam suatu ikatan, mereka akan terjalin. Aku nggak mau ada orang lain yang masuk dalam ikatan kita. Cukup kamu aja,” jelasnya. Sekarang aku mengerti. Karena jam menunjukkan pukul 09:00, kami pulang lalu menonton tv bersama.

“Channel kesukaan kamu apa?” tanyaku pada Nala. “Deadly” jawabnya simpel. Aku sama sekali tidak terkejut. Mungkin, jika ada orang lain yang mendengarnya akan berkata ‘HAH??!!’. Setiap kali aku menonton TV bersama Nala, aku selalu bertanya tentang channel kesukaannya. Nala selalu menjawab itu dan tidak pernah berubah… “Nggak ada yang lain? Happily ever after?” tanyaku lagi. “Aku kurang suka…” jawabnya.

“Aku benci! Besok aku kan sekolah, jadi nggak bisa main-main lagi sama kamu… Aku bakal di siram air pel-an sama mereka… Nanti kasihan pamanku… Bajuku jadi kotor…” kataku. “Masa-masa sekolahku kan sudah habis, mau nggak besok aku temenin?” tanyanya.

“Serius? Aku mau, dong!!!” jawabku bahagia. “Nanti, kasih tau aku kalau ada temen yang sering jailin kamu, ya?” tanyanya. “Iya…. Mau kamu apain emang?” tanyaku lagi. Ia hanya tersenyum kecil, lalu berkata. “Balas dendam dengan apa yang sudah mereka lakukan sama aku…” jawabnya dengan senyum sinis.

“Mereka juga jahatin kamu?” tanyaku. “…. Ya” jawabnya. Aku langsung mengganti channel yang kutonton ini dengan channel deadly. Karena, jika aku merasa bahagia dengannya, aku langsung memberikan apa yang dia suka. Channel deadly itu sangat lama. Membutuhkan waktu 5 jam untuk menghabiskannya. Menurutku, film deadly itu nggak terlalu seru. Itu cuma film pembunuhan, penuh dengan misteri. Lebih tepatnya, detektif.

Kenapa nggak judulnya detektif pembunuhan aja? Lebih seru, kan?

Oke, karena ini sudah jam 02:00 siang, waktunya makan. “La, makan dulu, yuk!” ajakku. “Menu apa hari ini Var?” tanya balik dia. “Aku maunya sih, bakso. Aku masih ada kok” jawabku. “Aku makan daging segar aja deh… Tapi aku keluar dulu, ya? Biasanya kan, ada rusa. Daging rusa masih segar itu enak. Kita makan di kursi waktu itu, yuk!” ajaknya. Dengan senang hati aku menjawab iya.

Setelah aku mengambil bakso dan duduk di kursi, Nala datang.

“Boleh mulai!” katanya. Lalu kami memakan makanan kami dengan lahap. “Kenapa kamu masih ada di sini?” tanyaku. Yang sepertinya sangat menyinggung bagi Nala. “Aku cuma mau temenin kamu aja…. boleh?” jawabnya.

“Boleh… Tapi, aku mau tau satu, apa yang membuat kamu betah sama aku?” lanjutku. Lalu ia menceritakan sebuah cerita lama yang nyata tapi tidak terkenal. Dahulu, sebelum rumahmu ada, itu adalah sebuah danau besar. Airnya berwarna merah dan tidak pernah beku walaupun musim es melanda. Lalu, ada seorang anak kecil. Anak itu sangat aktif, pintar dan cantik. Ia tidak memiliki satupun teman. Temanya hanya satu, Boneka Zahn.

Itu adalah  boneka beruang berwarna pink peninggalan ayah ibunya yang meninggal. Ia membawa boneka itu ke sekolahnya. Ia dikucilkan teman temannya. Ia disiram air pelan, kuah bakso, dan yang lain-lain. Ia sangat kesepian. Lalu bonekanya dibakar oleh mereka. Setelah sampai dirumah, ia merasa hampa dan tidak diperlukan, lalu ia menenggelamkan dirinya dalam danau merah itu. Tidak ada yang mengetahuinya.

Lalu rumahpun dibangun. Itu adalah rumah Vara. “Aku dihantui dong?” tanyaku. “Tapi hantunya baik kok….” jawabnya. “Hantunya masih ada karena jasadnya masih ada. Hantu itu ingin balas dendam dengan cara, ia menemukan sahabat yang tidak memiliki orangtua sepertinya. Lalu membalas segala kelakuan jahat yang dilakukan teman teman sahabatnya itu” lanjutnya. Aku bingung. Bagaimana Nala tau sebanyak ini?

”Kok kamu bisa tau sebanyak ini?” tanyaku. “Karena aku hantunya” jawabnya. Mataku terbelalak mendengarnya. Dan jantungku berdetak sekencang kencangnya. “H,hah….????”

Yah, baru kali ini aku manjawab ‘Hah’…. karena, dari sekian banyak jam yang aku lewati bersama Nala, tidak pernah setegang ini. “Buat apa kamu masih ada di sini?” tanyaku lagi. Tapi Nala tidak menjawab. Lalu ia menuju rumahku. Yah, hari ini juga sudah sore… buat apa masih di luar?

“Mau tidur aja?” tanyaku ketika sampai di rumah. Alias kamarku. “Nggak…. main Areca-click yuk! (permainan buatan Nala dan Vara) jawab Nala. “Nggak ah….. sorry…. Tapi kayaknya aku mau langsung mandi…..” jawabku. Oh, aku deg-degan banget!!!! Aku pikir, Nala bakal marah kalau aku bilang ‘nggak’ tapi syukur, dia nggak ada ekspresi apa-apa. Kecewa juga enggak.

The Same Story

Selagi aku mandi, aku bia mendengar suara TV di kamarku. Tandanya, Nala sedang menonton TV. Tapi aku tidak mendengar suara ‘SIAL’ yang biasanya diteriaki Nala kalau ada adegan seru yang nggak aku tonton. Aku jadi bingung. Jangan-jangan Nala marah lagi ke aku???

“Ada yang aku lewatkan enggak????!!!!!” teriakku dari kamar mandi. Tapi Nala tidak menjawab. “Enggak kedengeran ya Nal????!!!!!!” aku melanjuti teriakanku. Tapi tetap saja, Nala tidak menjawab. Aku takut….. nanti seperti yang di film-film lagi… tiba-tiba, ketika aku buka pintu kamar mandi, Nala sedang memegang pisau seperti siap menusukku. Gawat!!. Setelah  itu, tiba tiba lampu mati. Bukan, Bukan hanya kamarku. Tapi seluruh ruangan rumah!!!!!!!!!

“Paman Mcverry…. lampunya kenapa?” tanyaku dengan suara lembut. Tapi pamanku nggak menjawab. “Paman…. Paman lagi apa? Lampunya kenapa?” aku melanjuti perkataanku. Oke, aku mulai panik. Ini benar-benar seperti film-film di TV hanya saja kalau ini beneran. Lalu aku mendengar suara bukaan pintu kamarku. Makin ketakutan saja diriku. “Nal…. kamu keluar bukan?” tanyaku. Agh!!! Aku mulai kesal sekalian ketakutan. Paman dan Nala tidak menjawab kata kataku. Dan sekarang, aku masih di dalam bathub di dalam kamar mandi kamarku.

Suasananya sangat gelap dan aku nyaris tidak melihat apapun. Aku mulai merasakan bahwa ada yang memperhatikan diriku dari tadi. Tapi setelah aku melihat ke kanan dan ke kiri, tidak ada. Kamar mandi aku gede banget!!!! 2X2,5 m persegi semuanya….. langsung aku membalut diriku dengan handuk. (Ini adalah pemaksaan. Daripada aku mati kedinginan di bathub).

Lalu aku keluar. Aku langsung mengambil baju asal dari lemari pakaianku dan segera memakainya. Karena aku ingin cepat-cepat keluar dari rungan ini. Aku sudah sampai di halaman depan. Uh…. hutan ini sangat menyeramkan…. sekarang juga udah jam 6 malam lagi…. suasana mulai gelap…. rumahku istanaku pun ikut ikutan gelap. “I’M GONNA DIE!!!!!!!!!” teriakku dalam hati. Aku nggak kuat!!!! Hutan ini benar benar menyeramkan.

Pamanku nggak tau lagi apa…. Nala juga nggak tau lagi apa…. Tapi nggak lama kemudian lampu menyala. Untunglah…. aku pikir bakal kejebak di dalam hutan gelap ini. SENDIRIAN…. lekas aku masuk. Aku penasaran. Sebenarnya pamanku itu kemana. “Paman!!!! Paman Mcverry!!!! Ke mana aja sigh dari tadi??? Di cariin sama Vara ngggak ketemu-temu” teriakku sambil memasuki rumah.

Entah mengapa, rumah ini terlihat amat menyeramkan. Lalu aku mendengar suara kecil dari arah dapur. Paman.

“Paman masak apa?? Baunya wangi!!” teriakku sambil berlari menuju dapur. Tapi, pemandangan apa yang aku lihat?? Seorang ibu yang cantik dengan rambut pirang mode bob. Anak kecil perempuan berambut cokelat panjang yang sedang duduk di bangku meja makan bersama ayahnya yang berambut hitam lebat. “Hore!!! Ibu masak masakan kesukaanku!!” teriak anak itu sambil meloncat bahagia. “Iya sayang…. ibu masak chocolate tart kesukaanmu!” jawab ibunya sambil berjalan membawa tart itu ke meja makan.

“Aku sayang ibu!!! Ibu harus tetap bersamaku seumur hidup ya!” kata anak itu kepada ibunya. “Ibu akan selalu ada sayang. Tepat di hatimu” jawab ibunya sambil menyentuh hati anak itu. Lalu ayahnya berkata. “Ayo kita makan”

“Iya ayah!! Ayah, teman temanku sering menjahiliku sewaktu istirahat…! Aku kesel tapi aku tidak bisa apa apa yah… Aku harus bagaimana yah?” tanya anak itu kepada ayahnya. Ayahnya hanya tersenyum lalu menjawab. “Kamu harus tetap bertahan ya…. Ayah dan ibu akan selalu ada di hatimu jika kamu terus mengingat ayah dan ibu…”

“Apakah ada salah satu anak murid yang mau bermain denganmu?” Sela ibunya sambil memotong kue tart dan membagikannya ke seluruh piring kosong di meja makan itu. Anak itu tersenyum sinis ke arahku kemudian menjawab. “Ada… Tidakkah ibu tau kalau ada yang memperhatikan kita selama ini?” jawab anak itu. Aku langsung gemetar mendengarnya. Itu sudah pasti aku. ”Ibu dan ayah tau, sayang…. kami sudah tau dari awal” jawab ibunya sambil mengasah pisau.

“Dialah orangnya…” jawab anak itu sambil memotong kue tart cokelat itu seperti memotong daging. Dan dengan mata mengarah kepadaku. “Artinya dia indigo sayang… Diakah temanmu?” tanya kembali ibunya.

“Menurut ibu, apa?” jawab anak itu sambil memakan kuenya. Ibunya hanya tersenyum dan perhatiannya mengarah kepadaku. Lututku gemetar. Badanku dingin dan sepertinya, aku akan mengompol.

“Duduklah hai anak gadis… Ibu akan menyediakan kue dan es krim blueberry untukmu,” kata ibunya kepadaku.

Perasaan takut dan menyeramkan ini sepertinya mulai berkurang. Aku hanya menggangguk pelan dan menelan ludah sambil berjalan pelan ke arah meja makan. Apa aku ini indigo? Selama ini, aku hanya berkenalan dengan 1 hantu dan bukan yang lain. Dan baru kali ini, berapa hantu yang telah aku sapa? “Selama kau tidak melukai anakku, aku akan menyayangimu seperti aku menyayangi anakku sendiri” lanjut ayah anak itu.

Aku senang tapi tidak amat senang. Perasaan senang ini tercampur dengan perasaan takut dan penasaran. “Terima kasih” responku cepat sambil menarik keluar bangku meja makan yang kosong dan segera mendudukinya. “Di dekatku saja,” kata anak itu. Ugh, siapa sih, anak ini? Setahuku, aku tidak mengenalnya. Aku langsung beranjak dari bangku yang kududuki itu dan segera menuju ke bangku di sebelah anak itu.

“Aku tidak mengenalmu,” bisikku ke telinga anak itu setelah aku duduk di sampingnya. “Nggak mungkin. Aku Nala. Nala lho…. Nala!!!” jawab anak itu.

Wah, nyatanya anak cantik itu adalah Nala!! Aku tidak menyadarinya! Setahuku, Nala selalu menggunakan dress putih yang kusam dan rambut yang diikat dua berwarna cokelat. Sebentar, bisa saja dia melepaskan ikatannya dan rambutnya jadi terlihat panjang. Tidak mungkin!!!! Rambut ini terlalu panjang untuk dilepas dua ikatan Nala. Lagipula, rambut Nala yang diikat dua lumayan kusut dan tidak terawat. Tapi kali ini, rambutnya terlihat bersih dan bersinar. Owh, di tambah, kelihatannya rambutnya halus dan lembut. Dress yang ia kenakan saat ini pula warna putihnya lebih cemerlang dibanding Nala yang kutemui kemarin-marin. “Hi… hi… hi… kamu bohong ya?” jawabku sambil tertawa kecil.

Dia menatapku serius sebelum akhirnya menjawab. “Film kesukaan deadly. Film kesukaan kamu hapily ever after dan nama panjang kamu adalah Vara Ravsoridky”

Gila!!

Benar semua apa yang dikatakan anak ini!! Tapi kok, perubahannya drastis sih?

“Wow!!” jawabku sambil menepuk tangan kecil dan melanjutkan kata kataku. “Drastis amat perubahannya Nal!” kataku sambil memegang pundaknya. Dia hanya tersenyum lebar lalu berkata. “Ini keluargaku… kamu lihat aku berbeda karena aku diurus sama ibu dan ayahku. Mereka sayang padaku. Buktinya, mereka tidak pernah bertengkar. Mereka selalu membelikan apa yang kumau jika mereka lagi punya banyak rezeki. Dan, mereka selalu menyediakan yang terbaik untukku. Sampai akhirnya aku kehilangan mereka, itu menyakitkan bagiku” jawab Nala menahan tangis.

Aku tau posisi Nala sekarang. Jika aku menjadi Nala, mungkin aku akan tenggelam dalam lautan kesepian. Tapi, Nala cukup hebat. Ia bisa bertahan di posisi yang benar-benar di ujung tanduk seperti ini. “Lihat mereka…” Nala menunjuk kedua orang tuanya yang sedang tertawa-tawa sambil membersihkan coretan cokelat di pipi mereka. “Aku hanya bisa menemui kedua orangtuaku di tanggal-tanggal seperti ini. Aku juga bisa terlihat bersih seperti ini di tanggal tanggal seperti ini” kata Nala yang kali ini mengeluarkan air mata sejadi-jadinya.

“Aku juga mau sepertimu… walaupun berpisah, dapat bersatu kembali suatu saat. Aku? Aku sudah tidak punya orangtua. Aku diurus oleh pamanku yang nyawanya juga berada di ujung tanduk. Aku hanya punya kamu dan paman. Aku cukup dibenci di sekolah. Karena aku disangka aneh. Seorang anak yang tinggal di pedalaman hutan. Guru-guru juga percaya saja. Aku jadi didiemin sama seluruh warga sekolah. Orang tua murid muridpun melarang anak mereka untuk bermain kepadaku” jelasku yang cukup mengambil semua simpati Nala. “Kamu yang sepertinya lebih menderita dibanding aku” katanya terlihat menyesal. “Tapi kalau ada kamu, semuanya berwarna” jawabku. Ia langsung tersenyum lalu menyuguhkan kue.

Indigo

Well, kayaknya awal pagi ini nggak buruk-buruk amat. Nala udah janji kalau hari ini bakal nemenin aku sekolah. Seperti biasa, aku mulai pagiku dengan biasa saja. Sarapan dengan beberapa potong roti isi sosis dan sawi, cokelat dan madu dan susu juga meisis. Sebelum berangkat, aku suka minum susu hangat. Supaya menambah energi. OK. I’m ready to go to school now!

“Paman!!! Vara berangkat dulu ke sekolah!!! Susu paman ada di samping TV!!” teriakku sambil berlari menuju halaman depan karena aku tau ini bakal telat. “Nala!!! Ayo dong! Aku nyaris telat, nih!!!” teriakku kembali sambil berlari menuju keluar hutan. “Ya” balasnya dan langsung ke depan hutan. Karena aku telah menunggunya disitu.

Wah, betapa bedanya anak ini! Walaupun tadi malam amat berbeda, tapi sekarang ini dia seperti anak-anak gaul jaman sekarang! Rambutnya di kepang ke depan dengan bibir menggunakan lib-gloss, dia juga memakai dress berwarna merah muda polkadot, Dan high-heels berwarna putih cemerlang. “Wow! Darimana kamu dapat semua ini?” tanyaku kagum. “Kamu nggak tau… Jam 10 kamu udah tidur tapi aku, ayah dan ibuku masih berbincang bincang. Ibu dan ayahku menghadiahkanku semua ini” jawabnya bahagia. Tanpa basa basi lagi, aku langsung mengeluarkan HP dan segera menelpon taksi untuk menjemputku. Jika aku telat 1 menit saja, pelajaran pertamaku adalah ‘omelan’ dari guru BP yang terkenal kejam di sekolahku.

“Kemana saja kamu?” tanya guruku ketika aku memasuki kelas telat 10 menit. “Nng, agak telat Bu…. Saya lupa menyetel alarm” jawabku. “Baiklah. Tempat dudukmu ibu ganti sebagai hukuman kamu telat” jawab ibu guru. Kali ini, aku bisa melihat wajah murid-murid yang bahagia karena tempat dudukku dipindahkan. Terutama Dissy. Teman sebangkuku yang kelihatannya amat senang kepergianku darinya. Mereka tau aku akan dipindahkan ke bangku kosong yang terletak paling belakang. “Silakan kamu duduk di sebelah bangku Iva”

Owh, nyatanya aku salah. Aku beruntung sekali duduk dengannya. Ia terkenal pendiam tapi pintar. Langsung aku duduk di sebelahnya. “Hai” sapaku kepadanya. Kelihatannya dia ketakutan duduk denganku.

“… Hai juga” jawabnya tanpa menengok kepadaku. Aku langsung berbisik pada Nala. “Nal, kamu berasa ada yang aneh?” tanyaku pada Nala yang duduk di atas mejaku. “Iva juga indigo seperti kamu… kayaknya dia takut karena ada aku,” jawabnya. Aku langsung tergagap. Bingung. Kan, Nala sudah dandan cantik gini? Kok, ditakutin sih?

“Mmm, aneh. Kan kamu udah cantik…” tanyaku pada Nala. “Karena kamu memang indigo dari kecil. Jadi wujudku seperti ini ya kamu nggak takut. Di matanya, aku adalah jasad hidup yang hanya kelihatan tengkoraknya karena lama di dalam air. Iva baru pemula indigo. Kalau kamu, memang indigo dari kecil. Jadi, mudah bagi kamu berkenalan dengan hantu hantu lain. Tidak seperti Iva. Ia hanya bisa melihat hantu atas jasadnya yang mati” jawab Nala. Sekarang aku mengerti. Artinya, dalam darahku mengalir darah indigo asli. Padahal selama ini aku tidak pernah mengetahuinya. Terima kasih, Nala.

(Bersambung)

-Siti S Bachtiar