Misteri di Kampung Man (Bagian 5)
Hari Kelima: Petaka
Saat ini masih subuh. Pada saat Gaoyan masih tertidur pulas, kamiĀ mulai menuju ke jembatan itu. Kami dari semalam tidak memakan apa-apa selain buah-buahan. Untungnya seharian turun hujan terus sehingga bisa minum air. Kalau sampai tidak hujan, saya tidak tahu apa yang harus kami lakukan lagi.
Xiaoyao mulai terlihat demam. Kuaidao bermaksud ingin membopongnya. Tetapi ditolak oleh Xiaoyao. Dia berusaha tersenyum. “Tidak apa-apa. Jangan menghabiskan waktu lagi. Kalau sampai Gaoyan tahu, maka tidak ada satupun yang bisa lolos dari sini.”
Mendengar ucapannya, saya terpikir kejadian semalam. Gaoyan dan Kuaidao berdebat sengit. Ketika kami keluar untuk melihatnya, Kuaidao terlihat memegang kerah baju Gaoyan sambil berkata, “Dasar aspal! Jika sampai salah satu di antara kami ada yang terjadi sesuatu, kamu adalah orang pertama yang akan saya cari!”
Gaoyan dengan marah menyingkirkan tangan Kuaidao. “Lihat saja! Kalau sampai membuat saya marah, tidak ada satupun dari kalian yang bisa keluar dari sini.”
Kuaidao dengan marah menendang ke perut Gaoyan. Gaoyan sambil meringis dan memegang perutnya, hanya menatap Kuaidao.
Hujan semakin turun semakin deras. Saya tidak pernah merasa begitu putus asa. Saya bersama Anran membopong Xiaoyao berjalan perlahan-lahan. Saya terus membayang, jika sampai tidak berhasil keluar dari sini, maka saya akan seperti tulang belulang di gua itu. Mungkin 10 tahun, 20 tahun kemudian baru ditemukan orang. Dengaan pikiran penuh dengan kengerian seperti itu tanpa terasa kami akhirnya sampai ke lokasi jembatan. Jembatannya memang betul-betul sudah putus.
Laojiu dan Kuaidao langsung melihat kesana kemari untuk mencari alat yang memungkinkan untuk bisa dijadikan jembatan ke seberang. Tetapi setelah cari dan mencari beberapa saat mereka pun kecewa. Memang tidak ada cara untuk menyeberang.
Xiaoyao mendekat ke tepi jurang mencoba melongok. Tanpa disadarinya, petir menyambar dengan keras. Dalam waktu sesingkat itulah kakinya lemas dan dia terjatuh ke arah jurang. Saya dengan cepat mengulur tangan untuk menarik tangannya, tetapi karena licin tidak berhasil menggenggam tangannya, malah saya jatuh ke tanah.
Laojiu dan Kuaidao melihat Xiaoyao hampir jatuh ke jurang langsung secara bersamaan melompat ke depan menarik tangannya, “Bertahan Xiaoyao!” Saya melihat mereka sepertinya tidak mampu menarik lagi. Pada saat itulah sesosok bayangan muncul. Dia adalah Gaoyan. Dia ikut bantu menarik. Tenaganya sangat besar sekali, sebentar saja Xiaoyao berhasil ditarik naik.
Dia tidak lupa mengucapkan terima kasih, dan segera berdiri di samping kami. Gaoyan yang masih berdiri di tepi jurang tiba-tiba batuk dan badannya sepertinya kejang, kakinya tergelincir sesaat. Diirinya terjatuh ke jurang, diikuti suara teriakan dia yang semakin mengecil.
Belum sempat kami bereaksi, dia sudah hilang dari pandangan kami.
Xiaoyao segera mendekat ke tepi jurang berteriak sambil menangis “Gaoyan!” Kami hanya bisa memapah Xiaoyao kembali. Begitu balik badan, kami dikejutkan oleh Gaoyan yang berdiri diam di situ. Matanya menatap ke arah tepi jurang.
Akhirnya otak saya bekerja kembali. Baju yang dikenakan Gaoyan tadi adalah baju berwarna putih. Yang ini bukan Gaoyan!
Orang yang mirip Gaoyan ini langsung berlutut di lantai dan menangis tersedu-sedu.
Siapakah gerangan orang itu? Siapakah Gaoyan. Semua misteri akan terjawab di bab berikutnya. Cerita ini merupakan kelanjutan dari cerita misteri pada Kampung Man.
Leave a Reply