Misteri di Balik Bioskop Aku Bekerja
Ok, maafkan saya kalau cerita saya kurang oke. Saya bukan orang yang ahli cerita. Tetapi apa yang saya tulis ini adalah murni kejadian yang nyata terjadi padaku.
Saya tinggal di kota kecil. Sekarang masih SMA. Dan kebetulan saya kerja sebagai karyawan di bioskop kecil di kotaku. Gajinya tidak seberapa, tetapi enaknya saya bisa nonton film kalau beruntung atau mendapat sisa-sisa popcorn. Tapi yang paling aneh adalah bioskop ini selalu tutup di hari Kamis. Saya kurang mengerti mengapa begitu, tapi gak pernah menanyakannya.
Jadi minggu lalu, kami disuruh manager untuk rapat sebentar. Katanya ada perintah dari manajemen untuk buka di malam Jumat. Jadi ditanya siapa yang bersedia untuk lembur di hari itu. Tapi pas saya lihat rekan-rekan yang lain, tidak ada yang mau mengajukan diri. Karena saya ingin uang ekstra, maka saya yang mengacungkan tangan.
“Ada lagi? Ini sebentar saja, dari jam 7 sampai 11.30,” tanya manajer kami kepada yang lain. Tetapi pada diam saja dan menatap lantai. Ada apa ini, pikirku dalam hati.
“Bayarannya dobel.”
Tetap semuanya bergeming.
“Saya rasa saya yang akan bantu kamu,” ujar manajer. Saya tidak masalah. Saya suka pekerjaanku, saya juga akur dengan manajer dan apalagi bayarannya dobel cuy.
Dan begitulah shift malam hari Kamis itu, pada saat jam 8, popcorn sudah siap, dan saya sudah siap di konter tiket. Manajer masih belum sampai. Saya pun kirim chat ke dia, “Jadi datang?” Kalau sampai manajer tidak datang, saya gak tahu gimana menangani semuanya sendirian.
Waktu sudah menunjukkan 8.55. Untungnya pengunjung yang datang santai-santai saja. Jadi saya sanggup melayani penjualan tiket dan popcorn. Saat jam acara mulai, saya sudah bisa santai. Saya kembali kirim pesan singkat ke manajer saya. Tetap gak ada balasan.
Sekitar jam 9.30 saya mendapat supplai popcorn baru lagi. Lalu saat itulah pesan singkat dari manajer saya masuk ke HP saya.
“Ntar klo ada 1 cw dtg, jgn ngomong apa2. Diam aja.”
Bingung, saya balas, “Ini salah kirim? Lagi d mana?”
“Pokoknya jangan ngomong. Tolong.”
Orang ini lagi mabuk apa? Umpatku. Sambil sibuk membalas chatnya saya tiba-tiba mendengar suara langkah kaki. Orang ini pasti sangat telat untuk film, pikirku dalam hati.
Suara message masuk lagi.
“Skrg. Skrg jgn omong apa-apa. Demi lo” itu pesan manajerku.
Saat itulah saya melihat seorang perempuan paruh baya. Mungkin 40-50an. Agak pucat, dengan rambut hitam dan baju hitam. Sepertinya baju hitamt membuat dia semakin terlihat pucat. Namun, kalau boleh komentar, warna pucatnya sangat tidak alamiah. Dan pakaiannya pun terlihat seperti zaman dulu daripada baju sekarang.
Dia melihat saya yang berdiri di balik konter. Dia hanya diam dan menatap saya. Saya juga menatap dia… sampai tiba-tiba ada message baru masuk ke HP lagi.
“Serius. diam.”
Apa sebetulnya yang sedang terjadi? Saya melihat kembali ke perempuan tadi. Dan inilah kejadian yang membuat saya sekarang bahkan masih merinding memikirkannya lagi.
Perempuan itu merangkak… Iya merangkak menuju ke arah konter!
Saya mau komentar namun tiba-tiba tertahan. Jangan omong. Pesan manajer terngiang-ngiang. Maksud manajer jangan berbicara dengan perempuan itu? Mengapa?
Dia merangkak semakin cepat. Jujur, kecepatan merangkaknya sangat tidak normal. Saya hanya bisa berdiri bego. Pertama karena bingung dan kedua, jujur saya sangat ketakutan.
Saya sudah sering melihat hal-hal aneh di bioskop, tapi ini betul-betul sudah seperti supernatural.
Belum sempat saya bereaksi, perempuan itu sudah berada tepat di konter. Saya tidak bisa melihatnya dari balik konter. Lalu saya merasakan getaran di HP. Beberapa saat perempuan itu berdiri. Kini dia berdiri tepat di depan saya. Kami hanya dipisahkan sebuah meja konter karcis. Saya bisa melihat dengan jelas wajahnya.
Begitu banyak keriput di wajahnya…. Atau itu bekas sayatan? Anehnya, dia terlihat… muda. Matanya menatap ke langit-langit. Rambutnya terlihat kusam. Bajunya juga setelah dilihat dari dekat ternyata dekil dan kotor.
Saya hampir melontarkan, “Ada yang bisa dibantu” tetapi saya kembali teringat pesan manajer. “Diam”
Dia berdiri tegak. Masih tetap menatap langit-langit. Hampir tidak bergerak sama sekali. Napasnya terdengar berat. Terdengar seperti orang yang kesulitan bernapas. Lalu tiba-tiba, tangannya melabrak meja konter.
Terperanjat, saya melompat mundur.
Pandangannya yang tadi masih tertuju ke atas. Bibirnya bergerak-gerak, sepertinya bergumam sesuatu. Tapi saya tidak mendengar suara apa-apa.
Ya ampun. Apakah seorang anak SMA seharusnya mengerti bagaimana menghadapi situasi seperti ini? Saya hanya berharap dia cepat-cepat pergi dari sini.
Dan seperti bisa membaca pikiran saya, perempuan misterius itu, tetap menatap ke langit-langit, mulai berjalan. Dan dia berjalan ke arah pintu masuk satu-satunya teater yang ada di bioskop ini.
Saya masih membeku. Lalu dengan segenap kekuatan, saya mengeluarkan handphone.
“Udh pergi?” adalah pesan yang tadi masuk.
“Perempuan itu?” tanya saya. “Apa2an ini. Siapa dia? Dan lo di mana?” balas saya.
Tidak ada balasan.
Saya ingin sekali marah-marah. Tetapi saya tahan di waktu itu. Memang perempuan aneh itu sudah masuk ke dalam. Tetapi ketika film sudah selesai, ada 30an penonton akan keluar. Kalau terjadi hal-hal aneh, misalnya si perempuan itu merangkak lagi atau sejenisnya, saya percaya penonton akan membantu.
Dan tanpa terasa jam sudah menunjukkan 11 malam. Di saat-saat itulah penonton berjalan keluar. Dan kali ini saya kembali dikejutkan. Seluruh penonton, semuanya. Semuanya menatap ke langit-langit. Berbaris satu per satu keluar.
Saya kehabisan kata-kata. Mereka semua berjalan keluar dari pintu teater. Namun berhenti di lobbi. Dengan kepala tetap menengadah. Tapi satu hal yang tidak saya nampak. Perempuan itu. Di mana dia?
Buru-buru saya berjalan masuk ke dalam studio. Saya perlu jelaskan, pintu masuk teaternya, bagian atas, jadi begitu masuk saya bisa langsung melihat seluruh isi ruangan teater.
Dan memang perempuan itu sedang duduk di kursi. Dengan kepala menengadah. Tapi kali ini bukan langit-langit yang dilihatnya, melainkan aku!
Dia berdiri dan berjalan mendekat. Kaki saya lemas, tidak mau bergerak. Dia berjalan ke arah saya. Kali ini tidak ada yang memisah lagi. Dia mendekatkan kepalanya mencoba membisiki sesuatu ke saya. Tetapi seperti sebelumnya, tidak ada suara apa-apa yang terdengar.
Setelah itu, dia pun berlalu.
Dia keluar dari pintu teater, dan berjalan keluar. Seluruh penonton lain yang jumlahnya sekitaran 30 orang, juga berjalan keluar. Saya buru-buru menurunkan teralis besi dan menguncinya. Saya melihat mereka semua masih dengan kepala menghadap ke atas berjalan keluar. Kesal dan takut, saya pun mengumpat keras-keras, “Cepat enyah dari sini kalian semua! DAN JANGAN PERNAH KEMBALI!”
Betapa saya menyesal sekarang. Perempuan dan orang-orang ini yang tadinya pergi, mereka berhenti. Dan berbalik. Seperti sangat marah, mereka berlari ke arahku. Semuanya menggegam teralis besi dengan ketat. Semuanya. Seperti massa yang marah, mereka mengguncang teralis besi itu.
Khawatir mereka bisa menerobos masuk, buru-buru, saya tutup pintu besi. Walaupun begitu, saya tetap bisa mendengar mereka menggoyang teralis besi dengan kuat. Buru-buru saya mengambil jaket dan kunci motor, kabur lewat pintu belakang. Saya sudah gak memikirkan untuk beres-beres atau sapu bioskop lagi.
Pas di jalan saya pacu motor sekencang-kencangnya ke rumah. Waktu itu sudah tengah malam, jadi saya langsung tidur. Apalagi besoknya harus masuk sekolah lagi.
…
Hari Sabtu, saya baru masuk kerja lagi. Ketika film terakhir selesai diputar dan penonton pulang, kami pun beberes. Selesai beberes kami nongkrong. Saya langsung marah-marah ke manajerku. Dia meminta saya tenang. Dia pun menjelaskan, sebetulnya dia datang ke bioskop malam Jumat itu. Hanya saja dia terlalu takut. Jadi dia hanya memantau dari kejauhan sambil mengirim chat. Begitu perempuan itu datang, dia buru-buru pergi dari situ. Dia meminta maaf, dan berjanji akan bayar ekstra untuk saya. Saya pun setuju-setuju aja.
Saya pun penasaran, sebetulnya siapa perempuan itu? Apa yang terjadi dengan penonton itu?
Yang lain pun menjelaskan, kalau sebetulnya mereka semua itu bukan manusia. Tradisi bioskop ini adalah di bulan khusus, hari Kamis, akan sengaja dibuka untuk melayani mereka.
Semakin bingung, saya pun bertanya, “Kalau bukan manusia, apa dong?”
“Hantu”
Saya hanya tertawa. Saya pikir mereka bercanda. Tetapi hanya saya yang tertawa. Yang lain pada memasang wajah serius.
“Bagaimana mungkin hantu bisa kelihatan. Pas saya tutup teralis besi, mereka pun tidak bisa tembus,” balas saya.
“Apa? Mengapa mereka mau menembus teralis besi?” tanya manajerku panik.
“Hm… Anu.. Saya bentak mereka.”
Semuanya terlihat sangat takut dan panik. Saya melihat suasana menjadi semakin tegang. Saya pun tanya ada apa…
“Kamu tidak hanya berbicara. Tetapi membentak mereka?” tanya manajerku.
“Iya. Ada apa sih?”
Manajerku pun menjelaskan kalau mereka ini adalah hantu-hantu yang meninggal di waktu kerusuhan 20 tahun silam. Bioskop kecil ini dulunya juga menjadi salah satu saksi bisu. Mall dikunci, dan gedung dibakar. Banyak yang tidak bisa keluar. Mati hangus di dalam. Kerusuhan itu terjadi di hari Kamis.
Semenjak kejadian tragis itu, hal-hal mistis selalu terjadi di hari itu juga. Sesuai nasehat orang pintar barulah diputuskan hari Kamis tidak dibuka, kecuali untuk hari-hari tertentu untuk menenangkan mereka.
Hantu perempuan itu. Tidak ada yang tahu dia dari mana, siapa dia. Tetapi, yang pastinya dulu ada karyawan yang sempat berbicara dengannya, dihantui terus, akhirnya menjadi gila. Manajer saya pernah berada di posisi saya waktu dulu. Dia berhasil survive, karena tidak omong apa-apa sama sekali…
Saya mendengar tanpa berkomentar. Tetapi saya tidak percaya. Tidak mau percaya mungkin adalah kata-kata yang lebih tepat.
“Sudahlah, ini dah larut. Pulang yuk,” ajak saya.
“Berhati-hatilah,” adalah kata-kata manajer terakhir sebelum kita bubar.
Saya membawa motor di jalanan yang sepi. Dari kaca spion saya melihat, perempuan itu duduk di belakang jok motor saya. Dan suara kesulitan napas terdengar dengan jelas di kuping saya…
Itu sudah tidak ada lanjutanya ya gan?
Seru gan, saya terbawa suasana saat membacanya
Terima kasih Saryment :D
Betul. Cerita ini tidak bersambung…
Ceritanya seram kalau di angkat jadi film pasti bagus tuh
Ngeri deh sereeem..
Merinding nih bacanya
Pas malem malem lagi…
Ini seru banget bacanya sambil degdegan great job
entah kenapa setelah baca cerita ini jadi ingat beberapa mall di jakarta dan sekitarnya, (ramayana semper, dan mall klender).