Terkadang mimpi hanyalah bunga tidur. Tetapi bagi orang lain, terkadang mimpi merupakan media komunikasi bagi orang yang sudah meninggal. Percaya atau tidak, ikuti kisah berikut ini.

Cerita ini didengar oleh tim redaksi dari salah satu teman mengenai ayahnya. Cerita ini merupakan cerita nyata. Untuk memudahkan penuturan cerita, kami akan menceritakannya kembali melalui sudut pandang teman kita…

Ayah saya adalah seorang tentara angkatan laut. Waktu itu dikarenakan harus dinas di tempat lain, sehingga dia pun berangkat ke sana.

Di rumah hanya saya dan ibu saya. Semenjak ayah tinggal di tempat dinasnya, beliau sering mengalami hal-hal aneh. Waktu itu saat kami berdua sudah tidur di tengah malam, ada telepon yang masuk. Ibu yang mengangkat. Dari seberang terdengar suara Ayah bertanya, “Bu, anak kita sedang kenapa?”. Ibu saya tentu saja heran mengapa tengah malam ayah bertanya tentang saya. Dia pun menjawab saya sedang tidur. Ayah mendengarnya lalu bilang, oh baiklah. Besok baru kita bicarakan.

Ternyata ayah malam itu bermimpi saya berlutut di depan tempat tidur ayah sambil menangis memohon. Dilihatnya saya berlumuran darah. Karena syok, dan juga sebagai rasa khawatir seorang ayah terhadap anaknya, beliau waktu itu tengah malam langsung menelepon pulang.

Masalahnya tidak selesai sampai situ. Karena tiga hari berturut-turut, ayah mengalami mimpi yang sama. Karena terjadi tiga kali berturut-turut, ibu merasa ada sesuatu yang tidak beres. Jadi dia pun mencoba bertanya ke orang pintar. Oleh orang pintar dia bilang, tidak apa-apa, dibiarkan saja. Tidak akan ada apa-apa yang terjadi pada diri saya. Juga ayah tidak akan terjadi apa-apa.

Setelah kejadian mimpi itu, ayah mimpinya semakin aneh lagi semenjak tinggal di rumah dinasnya itu. Dalam satu mimpi, mimpinya sangat riil sekali. Ada dua prajurit yang bertengkar hebat. Karena merasa tidak sepantasnya prajurit bertengkar di kamarnya, apalagi pangkat ayah termasuk tinggi, jadi beliau pun menghardik prajurit itu. “Apa-apaan ini!”. Dua prajurit itu menoleh ke ayah, kemudian menghilang.

Tadinya ayah mengira prajurit yang bertengkar itu adalah prajurit di satu korps dengannya. Tetapi dipikir-pikir kembali tidak benar. Seragam prajurit ini berwarna coklat. Sedangkan seragam angkatan laut adalah biru tua. Mereka prajurit korps lain.

Semenjak itulah ayah menjadi sering bermimpi tentang prajurit yang bertengkar ini. Semakin hari semakin menjadi-jadi pertengkarannya. Dan dari situ ayah juga mendengar bahasa yang dikeluarkan saat adu mulut adalah bahasa Jepang.

Ibu mendengar cerita ayah, mencoba bertanya ke orang pintar lagi. Tetapi lagi-lagi orang pintarnya hanya bilang, “Biarkan saja. Toh nanti sebentar lagi Bapak juga akan pindah.” Dan memang benar sih, karena beberapa bulan kemudian ayah saya naik pangkat dan pindah ke tempat lain lagi. Waktu pun berlalu. Kami semua mulai melupakan kejadian itu.

Sampai suatu hari saya di jalan bertemu dengan teman lama ayah yang juga berasal dari Angkatan Laut. Setelah berbasa-basi, entah siapa yang memulai, teman ayah mulai menceritakan kisah-kisah mistis di daerah dinas ayah waktu itu.

Yang anehnya, teman ayah ini juga mencerita kejadian misteri adanya suara pertengkaran yang sepertinya orang Jepang itu. Saya dalam hati pun berpikir, ternyata orang lain pun mengalaminya, memang ada yang tidak beres. Tetapi di sini mulai terjadi yang menyeramkan. Ini terjadi pada saat ayah sudah tidak di situ lagi. Mereka memutuskan untuk merenovasi rumah dinas ayah yang dulu itu. Pada saat renovasi, tukangnya menemukan ada tumpukan tulang belulang di dasar lantai tepat di dalam kamar ayah.

Tulang ini total-total diperkirakan ada 7 orang. Mereka meyakini ini merupakan tentara Jepang karena walaupun hanya tersisa tulang, tetapi pakaian dan emblem yang melengket di tulang ini adalah emblem Jepang. Kemungkinan besar tulang pada masa penjajahan dahulu. Lebih misterius lagi, tulang ini belakangan dicek ternyata tidak utuh. Ada yang lengannya hilang, ada yang bagian lainnya hilang. Hilangnya ini terlihat dipotong dengan rapi.

Mengapa dipotong rapi? Tidak ada yang tahu.