Mana Makanannya
Malam itu hujan rintik membasahi jalan setapak di pinggiran kota Jakarta. Terlihat genangan-genangan yang mengilap terkena cahaya lampu rumah penduduk yang saling berhimpitan. Malam itu udara dingin terasa sangat menusuk, bahkan baju hangat yang ku kenakan sama sekali tidak menghangatkan tubuhku.
Pukul 23.46 WIB.
Seperti biasa aku pulang dari tempat kerjaku. Suasana malam itu sangat hening, mungkin karena sudah malam dan sedikit gerimis pikirku jadi orang-orang lebih memilih berdiam diri di dalam rumah yang hangat. Akupun mempercepat langkah kakiku agar dapat segera sampai di tempat kosku. Hari yang sangat melelahkan, banyak sekali orang yang datang ke restoran tempatku bekerja hingga kakiku seolah tidak pernah berhenti melangkah. Aku hanya berpikir untuk segera sampai ke tempat kosku dan istirahat. Bahkan aku sama sekali tidak berpikir untuk membersihkan tubuhku terlebih dahulu.
Aku tinggal bersama temanku, Aryo, mahasiswa semester akhir yang juga merupakan teman seangkatanku sewaktu SMA. Kami berdua kuliah sambil bekerja, namun bulan lalu Aryo mengundurkan diri dari tempat kerjanya agar dapat lebih fokus dalam mengerjakan tugas akhir kuliahnya.
Sesampainya di tempat kos aku melihat Aryo sedang serius menonton televisi.
“Yo, udah makan belom? Gue bawa nasi goreng Mas Rasbo nih”, Aryo hanya diam dan terus menatap televisi di depannya.
Akupun beranjak ke dapur. Kos yang kami tempati berbentuk seperti rumah dengan beberapa kamar di dalamnya. Jika dilihat lebih mirip seperti rumah sewaan bahkan seperti rumah sendiri karena ini merupakan bangunan baru dan baru kita berdua yang mengisi kos tersebut.
Setelah mengambil piring dan sendok aku bergegas menuju ruang televisi. Aku duduk agak jauh dari televisi hingga Aryo terlihat membelakangiku. Aku memang terbiasa makan sambil menonton televisi.
Saat asik mengunyah tiba-tiba aku dikagetkan oleh Aryo yang tiba-tiba tertawa keras. Beberapa kali ia tertawa bahkan tawanya seperti seolah melengking memekakan telingaku.
“Heran, acara televsinya kan gak lucu tapi kok dia bisa ketawa sampai sebegitunya. Apa dia lagi chattingan sama gebetennya ya?” pikirku dalam hati.
Setelah menghabiskan makananku akupun bergegas menuju kamar. Akupun mengambil handphoneku yang sedari sore ada di tasku. Akupun bergegas masuk ke dalam kamar dan…
Sial!!! Aku melihat Aryo sedang meringkuk memeluk guling!
Tubuhku yang sudah sangat lelah semakin lemas karena pemandangan itu. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh getaran handphoneku dan terlihat notifikasi pesan.
“Bro, gue baru bisa balik besok, gue kehabisan tiket”
Aku melupakan satu hal, aku sedang sendiri di tempat kos karena Aryo sedang pulang ke rumah orang tuanya 3 hari yang lalu.
Akupun sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi, bahkan untuk berteriak saja suaraku telah terkunci. Tiba-tiba kakiku semakin lemas ketika terdengar suara tawaan “Aryo” yang semakin keras dan melengking. Aku menoleh ke arah suara itu dan terlihat “Aryo” sedang membelakangiku dan perlahan kepalanya mulai berputar dengan senyuman yang sangat lebar dia berkata.
“Mana makanannya?”
Ih…. koq serem sih… Mantul Bro.
serem amat kalau melakoni hal semacam itu, begh bisa susah tidur
mntap ceritanya.
saya juga mau berbagi cerita buat web ini
Kereen
Kak bily mengumpulkan cerita itu dari berbagai sumber dan cerita kiriman ya?
Dari berbagai sumber, tetapi ada juga dari cerita kiriman