Bangku Kosong
Hari ini adalah hari pertama Irma mengajar di kelas XII B. Ketika dia masuk ke dalam kelas, semua murid sudah duduk tenang di tempat masing-masing. Meja belajar disusun berpasang-pasangan sebayak empat baris. Tetapi ada satu yang menarik perhatiannya.
Semua siswa duduk berpasang-pasang, kecuali satu meja paling belakang di pojok kanan kelas. Di situ duduk seorang siswi. Irma tidak bisa melihat dengan jelas wajah perempuan itu karena rambutnya terurai ke depan. Hanya sekilas terlihat wajah pucatnya saja.
Mengira anak itu mungkin sedang sakit, Irma mencoba mengabaikan dulu.
“Anak-anak, perkenalkan. Nama saya Irma Farida. Kalia bisa panggil Bu Irma saja. Saya guru kimia kalian untuk tahun ini.”
Irma menceritakan sekilas latar belakangnya, bagaimana sistemnya mengajar dan sebagainya. Sambil menjelaskan, matanya kembali menyapu seisi kelas. Semua siswa tetap diam dan memperhatikannya dengan seksama. Kecuali siswi duduk paling belakang sendirian itu. Kepalanya tetap menunduk. Irma semakin penasaran.
“Biar kenal kalian semua, saya absen satu per satu dulu yah,” ujar Irma sambil membuka absensi siswa.
“Agam”, panggil Irma.
“Hadir…” jawab seorang siswa gendut yang duduk di baris ke 3, di depan siswi misterius itu.
“Bardos?”
“Hadir..”
…
Sudah separuh nama siswa di kelas disebut. Namun, pada saat nama “Miranda” disebutkan, tidak ada yang menyahut. “Anu Bu…” salah satu siswi duduk terdepan menyahut. “Miranda, sakit Bu.”
“Oh ya?” Irma menyelidik.
“Iya Bu, denger-denger lagi sakit diare dia,” sebagian anak ikut menimpali. Irma melihat beberapa siswa mencoba menyembunyikan wajah mereka.
Irma lanjut mengabsen nama lagi…
Setelah semua nama disebutkan, dia menyadari siswi yang duduk paling belakang tersebut masih belum dipanggil.
Karena rasa penasarannya, dia kembali bertanya sambil menunjuk, “Saya lupa namanya itu. Yang duduk di situ, itu siapa yah?”
Siswi terdepan itu kembali menjawab, “Yang paling belakang gak ada orang kok Bu. Memang kosong Bu. Dua-duanya memang kosong…”
“Iya Bu” “Memang kosong bu” sahut seisi anak-anak lagi.
Irma memastikan semua tempat duduk terisi, dan memang hanya bangku paling belakang diduduki siswi misterius itu, sedangkan sebelahnya tidak ada orang. Akhirnya Irma berjalan ke belakang. Menarik tangan siswi misterius itu, sehingga terlihat wajahnya. Dia hanyalah orang yang menggunakan make-up bedak putih.
Siswi itu menatap dengan terkejut, seisi kelas juga ikut terkejut.
“Sebetulnya keusilan kalian itu cukup sempurna. Saya tadi hampir percaya kalau kelas kalian berhantu. Tapi sayangnya, tadi kalian keceplosan,” jawab Irma sambil tersenyum.
Petunjuk pertama, ketika Irma menunjukkan jarinya ke belakang, normalnya anak yang merasa ditunjuk akan menjawab. Dalam kasus ini, jika baris paling belakang benar-benar kosong, seharusnya Agam yang duduk di posisi berikutnya itu akan merasa ditunjuk (karena berarti dia duduk paling belakang). Seharusnya dia menjawab. Tetapi, anehnya dia tetap diam.
Petunjuk kedua ada di siswi terdepan itu. Seharusnya ia harus memastikan terlebih dahulu siapa yang ditunjukkan oleh Irma. Tetapi kenyataannya dia langsung menyelutuk bangku paling belakang kosong, tanpa konfirmasi.
Terlihat jelas mereka kompak ingin menjahili guru baru mereka. Terbukti beberapa siswa mencoba menutupi wajah mereka. Kemungkinan besar karena mereka menahan tawa.
padahal guru hanya menanyakan “Saya lupa (artinya sudah pernah disebutkan sebelumnya/ hanya memancing siswa saja) namanya itu. Yang duduk di situ, itu siapa yah?”, namun malah dijawab “Yang paling belakang gak ada orang kok Bu. Memang kosong Bu. Dua-duanya memang kosong…” yg seolah ingin menekankan pada guru bahwa kursi itu kosong
Sebagai seorang ‘horror addict’, trnyata saya kurang jeli utk menyadari petunjuk ke 1 & 2, hehehe
“Dua dua nya kosong bu” itu kalimat keceplosan yang dimaksud ibu Irma..