Kisah kali ini dibawa oleh seorang perempuan yang punya pengalaman memiliki kumanthong. Kebetulan kakak tirinya seorang suhu di Indonesia, dan memberikan kepadanya. Kumanthong sendiri merupakan jimat yang umumnya terdapat bayi di dalamnya, aslinya berasal dari Thailand. Tujuannya bisa bermacam-macam, umumnya lebih untuk mendapatkan keberuntungan. Kisah berikut ini merupakan kisah nyata seorang perempuan yang pernah memiliki kumanthong.

Saya memiliki satu kakak tiri, yang seorang dukun. Dia biasanya dipanggil “Suhu”, karena dia merupakan ahli taoist dan memahami ilmu perdukunan aliran Tionghua.

Sekitar tahun 2010, waktu itu saya sedang berlibur dan pergi mengunjunginya. Waktu itu dia tengah membuat kumanthong. Jadi sambil menunggu, temannya (atau lebih tepat, muridnya) menjelaskan ke saya apa itu kumanthong. Saya sudah pernah mendengar cerita kumanthong ini dari teman Thailand. Namun belum pernah sekalipun saya melihatnya. Kali ini merupakan kesempatan saya untuk melihat yang asli.

Kumanthong adalah jimat, berbentuk patung kecil, dan terkadang ditutup dengan kotak kaca. Kamu bisa cari di Google. Banyak sekali foto-foto mereka. Kebetulan kumanthong saya sudah hilang sehingga saya tidak bisa posting di sini.

Ada beberapa jenis kumanthong. Saya hanya ingat tiga. Yang pertama itu tidak mengandung roh, hanya diberi blessing oleh bikkhu Buddhist supaya memiliki kekuatan. Mungkin mirip-mirip omamori Jepang. Yang kedua, seperti punya saya, terdapat roh bayi. Umumnya terjadi gara-gara diaborsi ataupun keguguran. Yang terakhir adalah lok krok, yang ini dibuat dari jasad bayi, dan umumnya jahat.

omamori

Kakak tiri saya bilang tidak semua orang sanggup memiliki kumanthong. Dia mengatakan bahwa roh di dalamnya akan memilih tuannya sendiri, atau ada koneksi antara roh dan pemilik, atau ada ikatan karma, atau mungkin juga sudah ada takdir bahwa roh tersebut akan dimiliki oleh orang tertentu.

Biarpun kumanthong ini sifatnya seperti jimat, tetapi kita harus memperlakukannya layaknya seorang bayi. Kita harus membelikan makanan dan mainan, berdoa untuk mereka. Dan sebagai gantinya mereka akan melindungi kita (walaupun tidak banyak) dan memberikan kita keberuntungan. Selama kita merawat mereka dengan cara begitu, suatu saat, ketika karmanya sudah terpenuhi, dia akan terlahir kembali.

Kumanthong yang dibuat kakak tiri saya adalah seorang laki-laki. Usianya lima bulan ketika dia diaborsi. Jangan tanya bagaimana dia bisa tahu atau mendapatkan roh itu. Saya tidak tahu. Dia memberikan bayi laki-laki itu sebuah nama Tionghua dan menyegelnya. Nama bayi itu adalah Guangsong, yang secara harfiah artinya “Pinus Bercahaya”. Dia memberikannya ke saya waktu bertemu dengan saya. Karena menurut dia saya datang tepat pada saat dia sedang memberikan nama pada kumanthong itu, jadi sudah pasti merupakan takdir. Siapakah saya sehingga berani melawan takdir? Jadi saya pun menerimanya.

Saya selalu menyiapkan coklat, snack, susu, dan mainan untuk Guangsong setiap dua tiga hari. Uniknya setiap satu dua jam ketika saya membuka penutup susu, susunya sudah rusak seperti sudah dibuka selama dua minggu. Kata kakak tiri, roh juga makan, tetapi mereka hanya mengkonsumsi “energi” dari makanan. Oleh karenanya membuat makanan menjadi busuk akibat kehilangan “qi”.

Pernah sekali, saya membuka wafer berlapis coklat. Setelah lima belas menit, saya teringat saya belum membuka pembungkus plastiknya. Tetapi begitu terbuka, ternyata coklat pembungkus wafer hampir hilang, seolah-olah ada yang menjilati coklatnya. Wafernya sendiri tidak tersentuh.

Kadang-kadang jimatnya bisa bergerak sendiri, berputar di atas meja saya. (Saya rasa jimat itu sebetulnya merupakan tempat tinggal roh). Dan kadangkala ketika saya meninggalkannya (dia pasti mendengar saya, setiap kali saya bilang tetap di kamar, dan jangan ganggu anggota rumah yang lain, dia pasti akan diam). Ketika saya balik, kamar saya sudah acak-acak, seperti anak kecil yang kesal dan mengacak-acak barang-barang ibunya.

Pada saat awal-awal saya mendapatkannya, kalau saya tidak menyuruh dia diam, dia pasti akan selalu menggangu anggota rumah yang lain, dan membuat mereka ketakutan.

Sekitar satu tahun setelah mendapatkannya, saya terbangun di satu malam dan melihat dia berdiri di samping saya. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya. Entah bagaimana tanpa berbicara saya paham dia sedang mengucapkan selamat tinggal ke saya.

Pagi harinya, jimat saya sudah hilang. Saya telepon kakak tiri saya dan memberi tahu bahwa anak laki-laki itu sudah terlahir kembali. Saya selalu mendoakannya semenjak saya mendapatkannya. Dan saya juga masih mendoakannya hingga sekarang. Saya berharap suatu hari bisa menemui dirinya, dalam wujud reinkarnasinya.

Saya berharap, suatu hari takdir akan memenuhi keinginanku.

– C