Halo semuanya, saya hanya ingin cerita pengalaman yang sangat-sangat aneh. Saya ingin melupakannya, tetapi sampai sekarang masih bergelayut di pikiran. Jadi saya coba menulis ini biar kalian bisa juga memikirkan sebetulnya ini ada penjelasannya atau tidak. Mungkin salah satu pembaca adalah “dia”. Saya hanya memohon, biarkanlah saya sendirian.

Saya bekerja di sebuah rumah sakit. Sebagai perawat saya lumayan senior karena suah bekerja 20 tahun, dan sudah pernah masuk ke berbagai departemen. Seperti IGD sampai obgyn. Tetapi dari semua tempat bekerja, saya merasa seperti menemukan tempat yang paling nyaman, di ruangan koma. Di situ merupakan tempat paling tenang. Hampir semua pasien di sana kalau bukan koma permanen (orang yang koma hingga akhir hayat hidupnya) atau koma sementara. Biasanya yang koma sementara itu karena terjadi trauma pada otak. Pasien seperti ini akan bangun pada akhirnya.

Jadi kejadiannya bermula di April lalu. Seorang pasien datang ke ruang perawatan koma. Karena ini rumah sakit besar, biasanya kami akan menerima pasien minimal satu dalam seminggu. Cuma pasien yang satu ini sangat aneh. Kalau pasien yang lain biasanya dibawa oleh keluarga, atau dokter atau pihak berwajib, yang ini tidak. Dia hanya tiba-tiba muncul saja di salah satu kamar kosong.

Saya yang menemukannya pertama kali.

Malam tu, ketika saya berjalan melewati sebuah kamar yang seharusnya kosong, saya melihat tiba-tiba saja sudah ada satu pasien yang terbaring di situ. Tadinya saya mengira salah satu staf baru yang menempatkannya tanpa prosedur administrasi yang benar (soalnya kalau sesuai prosedur, pasti saya mengetahui ada kedatangan pasien baru). Saya melihat chart atau identifikasi pasien ini. Sayangnya tidak ada apa-apa. Pakaiannya sendiri masih pakaian biasa.

Saya menghubungi dokter untuk tanya apa yang terjadi.

Si dokter mencoba melakukan beberapa pemeriksaan, tetapi tidak bisa memastikan apa penyebab koma. Sebetulnya bukan sesuatu yang aneh. Masalah pada otak memang terkadang bisa agak sulit diidentifikasi. Kami menghubungi polisi untuk mencocokkan dengan daftar orang hilang. Pria itu berusia 30, dengan bentuk badan biasa, tidak ada tanda lahir atau poin lain yang bisa jadi pembeda.

Saya memfoto wajahnya dan mengirim ke polisi dengan harapan mungkin bisa dicari asal-usul pria tersebut. Namun saya tidak banyak berharap, mengingat di luar situ pun masih banyak daftar orang hilang. Kami hanya bisa menunggu saja.

Kebijakan rumah sakit tidak bisa mengeluarkannya, walaupun kami tidak ada jaminan atau orang penanggung jawab. Opsi kami hanyalah menunggu ada yang bisa mengidentifikasinya secepatnya.

Demi kemudahan, kami menamainya “Joko”. Nama umum. Kondisi vital Joko stabil. Dia bisa bernapas tanpa perlu alat bantu. Tetapi dari sistem tidak terdeteksi gelombang otak sama sekali. Kami pun memasang kateter dan infus.

Selama beberapa hari kondisinya normal-normal saja. Tetapi saya mulai menyadari ada yang aneh dengan Joko. Setiap kali saya berbalik arah sebentar saja, tiba-tiba saya melihat posisinya sudah sedikit bergeser. Itu tidak masuk akal. Saya pasti salah lihat. Orang dengan koma permanen tidak mungkin bisa bergerak sama sekali. Setelah beberapa hari, saya mencoba melakukan eksperimen kecil. Saya membuat garis kapur di sekitar lengannya, sebelum pindah ke kamar pasien yang lain. Pada saat saya kembali ke kamar Joko di hari itu, tidak hanya lengannya bergerak, bahkan kakinya pun sudah bergeser keluar dari ranjang.

Kata dokter setelah pemeriksaan, tidak ada yang aneh. Terkadang bisa saja muncul gerakan hentakan bahkan pada saat otak sedang koma. Saya tidak pernah menemui kondisi seperti ini, tetapi saya percaya dokter.

Namun kejadian itu masih bukan apa-apa. Beberapa hari kemudian jauh lebih parah lagi. Saya waktu masuk, saya melihat kondisi Joko dalam keadaan sangat gawat. Lengannya terlipat ke atas, dengan pergelangan tangan melipat keluar. Lututnya terlipat ke arah yang tidak normal. Dan kepalanya menghadap ke belakang, sangat belakang bahkan saya lihat lehernya mungkin sedikit lagi akan terpelintir. Reaksi pertama saya melihat itu adalah berteriak.

Dalam waktu singkat, dokter langsung datang dan mencoba meluruskannya kembali. Tetapi gagal. Ototnya terlalu tegang. Setiap usaha untuk meluruskannya bisa menyebabkan tulangnya patah. Dokter rasa itu hanyalah salah satu gejala koma, dan kalau dibiarkan otot-otot itu akan merenggang. Memang beberapa saat setelah itu sudah lebih

Lalu beberapa hari setelah insiden badan terpelintir itu, kali ini tidak kalah anehnya. Saat saya masuk ke kamar Joko, posisi pasien itu duduk tegak. Tangannya terangkat. Menunjuk ke arah saya.

Saya berlari keluar dan tidak berani masuk lagi. Perawat lain yang cowok menenangkan saya, tetapi gagal. Dia masuk ke ruangan dan keluar. “Tidak ada apa-apa,” ujarnya.

“Apa maksudmu?” tanya saya masih gemetaran.

“Posisinya berbaring seperti biasa. Dan saya lihat otot-ototnya sudah lebih lemas dibanding sebelumnya.”

“Tidak mungkin…” saya bergumam. Saya mencoba memberanikan diri dan masuk kamar Joko. Memang, di situ dia tidur dengan tenang. Apakah saya salah lihat?

Karena kejadian-kejadian tidak mengenakkan, akhirnya pihak rumah sakit memuutuskan untuk memindahkan saya ke departemen anak-anak saja. Di sana saya tidak perlu lagi mengalami hal-hal aneh dengan Joko. Memang beberapa bulan saya lebih baik, walaupun ingatan saya tentang pria itu masih tidak bisa pupus dari pikiran ini.

Beberapa hari lalu rekan lama yang bekerja di situ cerita kalau Joko sudah tidak di situ lagi. Bukan karena dia sudah siuman atau dijemput keluarga. Dia tiba-tiba menghilang saja dari situ suatu hari. Semisterius pada saat dia datang. Dan sampai sekarang tidak diketahui siapa pria itu sebetulnya. Atau apa tujuannya muncul di rumah sakit itu?