Huh, kacau sekali hari ini. Aku sepertinya tidak bisa menjamin bahwa takhayul itu benar, tapi itu dia. Aku akan memberitahumu kebenaran.


Namaku Bertha. Aku bersama dengan dua temanku, panggil saja Renee dan Jovier pergi ke Jepang, tepatnya di Tokyo. Kamu tahu kan, kebudayaan Jepang yang percaya kepada patung kucing pembawa keberuntungan, maneki-neko yang tangannya bergerak melambai seolah ingin memanggil hoki itu lho, tahu kan?

Kata Jovier, “Aku sangat ingin membeli maneki neko! Aku suka yang ini,” tangannya menunjuk ke arah sebuah maneki neko yang berwarna putih di sebuah toko. Bersih dan tak bernoda.

Tapi… tunggu dulu. Di dekat maneki neko itu, terdapat sebuah kalung kecil berukir kanji Jepang. Apakah itu jimat? Katanya, toko ini menjual hiasan rumah. Kalung apa itu?

Sebelum kami berkata apapun lagi, Jovier sudah berlari ke dalam toko. Kami mendengar dia sedang bernegosiasi dengan si penjual maneki neko.

“Pak, bolehkah aku membelinya dengan harga 122 yen?” mohon Jovier.

Raut wajah penjual berubah serius. “Apa maksudmu? Kamu tidak mau proteksi tambahan? Masih untung aku jual proteksi tambahan!”

“Proteksi tambahan?” Renee bertanya heran.

“Ssht!,” bisikku. “Kita dengar lagi.”

Ternyata proteksi tambahan yang dimaksud adalah sebuah kalung. Kalung itu adalah jimat penjaga maneki neko, dan harganya mahal, 77 yen. Makanya harga maneki neko tersebut mahal, 199 yen. Karena sudah termasuk jimat. Menurut si penjual maneki neko ini ada roh yang mendiaminya.

“Kamu mau beli?,” tanya Renee yang masuk ke dalam toko.

“Ya,” kata Jovier mantap.

“Sebenarnya ada apa sih kau mau beli patung kucing murahan itu?!,” pekikku kesal. “Cepat, kita balik ke hotel aja, aku mau makan sashimi,” kataku.

“Bertha, tenang sedikit. Aku tau kamu bukan penggemar supranatural, tapi nanti aku jelaskan. Pinjam 22 yen.”

Aku tambah keki. “Apa-apaan ini? Uangku masa dipakai untuk begituan?,” protesku.

Tapi Renee tidak menjawab dan dia malah membeli maneki neko itu, serta jimat aneh itu.

***

Malam telah tiba. Setelah kenyang makan malam dengan avocado maki yang gurih di sebuah restoran terkenal di Jepang, kami pun bersiap tidur setelah mandi dan ganti baju. Aku sudah berbaring. “Renee, aku ngantuk. Tolong matikan lampu,” kataku.

Namun si Renee malah melangkah ke meja tempat kami meletakkan barang barang belanjaan kami. Dia mengeluarkan maneki neko yang baru dibeli Jovie dan mengalungkan jimat itu ke lehernya maneki neko itu. Entah kenapa setelah Renee mengeluarkan maneki neko itu aku merasa bulu kudukku berdiri. Padahal aku memakai selimut yang hangat.

Aku melihat Renee berjalan ke arah pintu lalu menaruh maneki neko itu di dekatnya. Dia juga menaruh sebuah kamera khusus menyelidiki kejadian supranatural, katanya.

“Kamu tuh ngapain sih? Ini sudah malam lho, besok kita mau ke Kuil Miyajima,” kataku bingung.

“Kami tuh mau mengamati kegiatan supranatural. Menurut berita ini mahal dan asli, pas buat menyelidik supranatural.”

“Oh. Eh tapi jangan ditaruh dekat sini, aku takut,” kataku.

“Tenang, depan pintu kamar aja!,” kata Joivie.

Lalu, kami pun tidur, tapi aku belum bisa tidur. Aku masih saja memikirkan maneki neko tersebut.

Srek! Srek!

Hembusan angin seperti meniup pintu dan membukanya.

Terdengar burung hantu bersuara seperti bersiul.

Huu! Huu! Huu!

Suasana mencekam.

Aku hanya bisa memejamkan mata, dan tiba-tiba patung itu mengenai wajahku…