Alun-Alun Kidul adalah gerbang selatan kawasan Keraton Yogyakarta. Di Alun-alun Kidul terdapat dua pohon beringin kembar yang tumbuh di tengah-tengah. Tempat ini penuh dengan cerita-cerita mistis.

Tidak Gampang Melewati Pohon Beringin Kembar

Saat malam menjelang, orang-orang akan berkumpul di sini untuk melakukan sebuah ritual atau permainan yang disebut Masangin, yang kata orang singkatan dari “Masuk Dua Beringin”. Aturannya sederhana. Pemain cukup berjalan ke selatan melintasi dua pohon beringin tua yang ada di tengah Alun-Alun. Jarak antara kedua pohon beringin tersebut cukup luas dan gampang sekali diseberangi jika dengan mata terbuka.

Hanya saja aturan masangin adalah harus diseberang dengan mata tertutup. Menurut kepercayaan masyarakat lokal, orang yang berhasil melewati pohon beringin dengan mata tertutup maka keinginannya akan terkabulkan. Namun hanya dengan hati yang bersih orang baru mampu melewatinya. Kalau tidak bersih maka biasanya akan melenceng.

Mitosnya, pada zaman dulu, Putri Sultan Hamengkubuwono I dipinangkan oleh seorang pemuda. Tetapi sang putri tidak menyukainya. Sehingga dia mengeluarkan syarat untuk berjalan melewati pohon beringin kembar dengan mata tertutup untuk bisa menikahinya. Sesuai dugaan, pemuda tersebut gagal.

Kekuatan Penangkal

Menurut kepercayaan di kalangan masyarakat Yogyakarta, di antara kedua pohon beringin itu ada rajah (semacam jimat tolak bala). Apabila tentara atau penjahat yang ingin mencelakai sultan dan kerajaan, maka kesaktian mereka akan hilang begitu melewati pohon beringin kembar. Jadi area di antara pohon beringin ini berfungsi sebagai benteng keraton yang tidak kasat mata.

Orang yang bisa masuk menyeberang di antara kedua pohon beringin ini berarti bisa menolak rajah itu. Itulah sebabnya mata harus ditutup sebagai simbol bahwa hanya orang dengan kekuatan penglihatan hati yang sanggup melewati lorong antara dua beringin tanpa melenceng.

Pohon Beringin Sebagai Pertanda

Ketika salah satu pohon beringin ini pernah terbakar di pertengahan tahun 2014 kemarin, masyarakat Yogya langsung heboh. Tidak mengherankan karena ketika terjadi sesuatu pada pohon ini, selalu ada terjadi hal-hal tidakĀ  skala nasional. Sebelumnya kejadian pohon beringin terbakar pernah terjadi puluhan tahun silam, tepatnya 1961. Empat tahun kemudian Indonesia terjadi kejadian pemberontakan G30S. Atau saat menjelang wafatnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX, salah satu Ringin Kurung di alun-alun utara tiba-tiba roboh.

Jadi membawa petunjuk apakah peristiwa terbakarnya pohon beringin? Beberapa orang berspekulasi ini dilakukan oleh orang tidak bertanggung jawab. Mungkin sisa puntung rokok. Ini menandakan sudah menghilangnya sifat manusia dalam menghargai alam dan menjaga keharmonisan alam. Istilahnya mamayu hayuning bawana. Seperti diketahui masyarakat Jawa, khususnya, sangat menghargai keseimbangan alam. Bahkan Keraton Yogyakarta pun dibangun berdasarkan prinsip ini.

tugu-yogyakarta

Konon Sultan Hamengkubuwono I menggunakan tugu ini sebagai petunjuk arah dalam bermeditasi.

 

Seperti yang bisa dilihat di Tugu Putih Yogyakarta. Jika ditarik garis lurus, maka Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta dan Parangtritis (Laut Pantai Selatan) adalah segaris. Mengapa? Gunung Merapi melambangkan api, melambangkan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Laut Selatan melambangkan air, melambangkan hubungan manusia dengan manusia. Posisi Keraton Yogyakarta terletak di tengah untuk menjaga keharmonisan alam.

Pohon beringin merupakan pembawa kerindangan. Tempat Alun-Alun Kidul dipercaya sebagai tempat peristirahatan para Dewa. Jika pohon pembawa kerindangan (sejuk) terbakar (panas), orang percaya ini merupakan pertanda yang tidak baik. Percayakah kalian?