Aku adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Mungkin, bagi sebagian banyak orang menganggap bahwa aku selalu dimanja oleh kedua kakak ku. Memang benar sih, tapi sayangnya itu tidak bertahan lama. Suasana bahagia di dalam rumahku ini berubah semenjak kedua kakakku beranjak dewasa.

Kakak pertama sudah sangat jarang tidak tidur lagi di rumah karena sibuknya pekerjaan dia. Sementara kakak kedua, semenjak kuliah saja ia sudah jarang untuk kumpul dengan keluarga lagi. Apalagi setelah ia kerja merantau yang membuat aku hanya seperti anak tunggal di rumah.

Sudah hampir tiga tahun ini aku lebih banyak menghabiskan waktu sendiri di rumah. Orangtuaku sibuk dengan pekerjaannya, walaupun tiap malam dan weekend mereka pasti menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama.

Beginilah hidupku sehari-hari. Seorang diri di kamar, berada di antara kamar-kamar kakakku yang sudah lama kosong, membuat banyak peristiwa aneh yang aku alami. Sudah biasa aku melihat sesosok makhluk berbaju serba putih yang sedang menyisir rambutnya ketika aku sedang becermin, atau mendengar suara nyanyian halus dari kamar kakakku, atau saat bocah kecil botak yang selalu menumpang tidur di atas lemari bajuku.

Atau mungkin, serangkaian peristiwa paling seram selama seminggu yang aku alami enam bulan lalu. Minggu itu adalah minggu yang melelahkan karena aku sedang mendapat tugas proyek dari kampus. Aku selalu pulang pada sore hari menjelang petang.

Namun, pada hari Rabu sorenya, saat pulang ke rumah tanpa pikir panjang aku langsung melemparkan badanku ke kasur yang ada di kamar kakakku.

Kamar kakakku yang satu ini sudah hampir dua tahun tidak ditempati. Kata orang, bila 45 hari ruangan tidak dihuni, maka akan ada penunggu yang berada di dalamnya. Sudah banyak kejadian di kamar itu. Setiap malam Jumat Kliwon, pasti akan ada suara perempuan sedang menyinden dari kamar itu. Tidak ada yang berani tidur di sana.

Tapi saat itu entah kenapa aku mendadak langsung tidur di kamar itu. Padahal, aku tidak pernah mau untuk tidur lagi di salah satu dari dua kamar kakakku. Mungkin, karena saat itu saking capeknya, ya jadi aku langsung saja menghampiri kamar yang mana saja. Aku pun seketika terlelap.

Saat terbangun pada malam hari, bahuku terasa berat. Aku biarkan saja karena kupikir itu karena kelelahan. Singkat cerita, dua hari berjalan, entah kenapa aku ketagihan untuk tidur di sana. Aku selalu tidur di sana ketika pulang pada sore menuju petang. Tapi, entah kenapa makin kesini bahuku ini terasa semakin berat. Orang-orang di sekitarku pun bilang aku jadi berbeda dalam beberapa hari belakang.

Hingga esoknya, pada hari Jum’at aku pulang ke rumah pada pukul setengah lima. Aura di sekitar rumahku selalu berbeda ketika sudah memasuki petang hari. Ayah ternyata sudah berada di rumah. Katanya sih, kerjaan dia sudah selesai karena di malam sebelumnya ia lembur sampai subuh. Seperti biasa, aku langsung saja menuju kamar kakakku dan terlelap di sana. Aku terbangun sekitar jam 10 malam karena dibangunkan oleh ibuku.

Tapi, arggghhh, aku tidak bisa menggerakkan badanku, susah sekali rasanya menggerakan badan ini. Tak sengaja aku langsung bangun dan mendadak tanganku ini dengan gemulainya berlenggak lenggok kesana kemari. Dengan setengah tanpa kontrol aku terus menari jaipong sampai aku mulai tidak sadarkan diri…

Aku sudah tidak terkontrol dan seakan menuruti apa saja yang dilakukan oleh tubuhku ini. Aku mendadak menyanyi tembang khas Jawa dan saat itu juga aku membentak ibuku yang saat itu sedang ada di hadapanku. Mataku sangat memerah, sama sekali tidak ada warna putih di mataku. Aku terus berteriak ke ibuku dan sontak teriakan itu perlahan berubah menjadi cekikikan kecil. Itu jelas bukan kehendakku. Sesuatu seperti menggerakkan badanku ini. Aku bisa melihat dan merasa keadaan sekitar, tapi tidak bisa mengontrol tubuh ini. Tak lama ayahku datang dan langsung memegang kepalaku sembari membaca bacaan Arab.

Ayahku saat itu membaca ayat kursi berkali-kali. Astaga, kupingku terasa sangat panas dan tidak kuat menahannya. Sangat panas sampai ke sekujur badan, sampai akhurnya dengan sendirinya aku berteriak histeris lalu kembali menyanyikan tembang Jawa dengan lirih dan lambat. Aku semakin tidak terkontrol, sampai akhirnya…

Aku terbangun sambil terbaring di lantai di ruang keluarga. Banyak tetangga termasuk ibu dan ayah yang berada di sekelilingku. Seorang lelaki bersorban yang sudah cukup tua berada persis di sebelahku, terus berusaha untuk menenangkanku sambil membacakan doa-doa. Kepalaku sangat berat dan aku masih belum bisa berucap sepatah kata pun.

Singkat cerita, aku sudah kembali sadar dan sudah melakukan aktivitas seperti normal. Di kepalaku masih terngiang peristiwa pada Jumat malam itu. Lalu, aku beranikan diri untuk bertanya pada ayah apa yang terjadi pada diriku saat itu. Menurutnya, sesaat setelah aku masuk ke dalam rumah, ayahku melihat ada sesosok perempuan berbaju adat Jawa yang memegang bahu dan mengikutiku ke kamar kakak itu. Ayah sontak kaget dan tidak bisa menahanku, karena saat dia memanggil namaku berkali-kali katanya aku terus cuek dan masuk ke dalam kamar saat itu. Sampai pada sekitar jam 10 ketika ibu membangunkanku, aku tiba-tiba menari-nari dan menyinden. Ibu melihat rambutku tiba-tiba panjang dan diikat seperti seorang pesinden. Padahal, rambutku pendek sebahu. Mataku melotot besar dan berwarna merah pekat, tambahnya.

Dua hari setelah kejadian itu aku masih sering melamun tidak jelas, sampai akhirnya ayah mendatangkan orang pintar ke rumahku.

Ternyata, menurut orang pintar itu banyak sekali makhluk halus yang berada di dua kamar kakakku yang lama kosong itu. Bahkan menurutnya, kamar tempat kejadian itu adalah tempat berkumpulnya teman-teman makhluk halus yang diundang oleh penunggu kamar itu setiap malam Jum’at.

Sejak saat itu, aku, Ayah, dan Ibu setiap hari sholat, mengaji, dan membaca Al-Qur’an di dua kamar kakakku agar perlahan-lahan mulai berkurang keangkerannya. Sekarang, enam bulan setelah kejadian itu, kedua kamar kakakku sudah nampak berkurang angkernya. Terutama kamar tempat peristiwa tersebut. Malahan, ibu dan ayah selalu bergantian tidur di situ, kecuali aku yang masih trauma akan peristiwa tersebut. Namun, secara keseluruhan keadaan sudah mulai membaik dan normal.

Tapi, masih ada satu yang janggal. Malam kemarin, baru saja aku sadar bahwa aku mendengar suara lagu tembang khas Jawa di bawah kasur kamarku sendiri.

Penulis: Wicaksono Tri Kurniawan