Orang tua selalu menasehati bahwa ketika mendaki gunung harus jaga tata krama, perhatikan ucapan, pikiran jangan ngelantur ke mana-mana. Tetapi anak muda pada umumnya memang terkadang keras kepala. Apalagi untuk anak yang baru pertama kali mendaki. Cerita berikut ini merupakan kisah pendakian di Gunung Gede – Pangrango yang dibawakan oleh Akbar.

Waktu itu tahun 2011, bulan Desember. Sebelum bulan puasa saya bersama empat teman-temannya naik gunung ke Gunung Gede – Pangrango, kawasan Cianjur. Empat temanku Adi, Rudy Rama dan Dany. Kebetulan saat itu cukup ramai. Mungkin karena memperingati kematian Soe Hok Gie, seorang pendaki UI yang terkenal dengan buku “Catatan Harian Seorang Demonstran” itu.
lhoo.. jadi lumayan rame tuh gunung.

Kejadiannya pada saat kami turun gunung. Kalau turun lewat jalur Cibodas pasti melewati aliran air panas. Tempat itu berkabut uap, sehingga jarak pandangnya menjadi terbatas. Pemandangannya jujur, luar biasa.

Dikarenakan berkabut, dan lokasi ekstrim, kami berjalan terpisah-terpisah. Nah pas melewati tempat itu aku dan Adi memutuskan untuk memberi jalan ke Rudy, Rama, dan Dany untuk lewat duluan karena, aku mau mengabdi beberapa foto dulu di tempat itu.

Seharusnya proses pengambilan foto itu tidak terlalu lama. Saya dan Adi pun bergegas menyusul yang lainnya. Namun anehnya, setelah berjalan sekian lama, teman kami masih belum kelihatan.

Aneh.

Kami akhirnya berjalan cepat, malah setengah berlari mencari mereka. Kami khawatir mereka nyasar. Untungnya setelah cukup lama berlari kami menemukan mereka juga. Rudy dan Rama duduk santai. Mereka kelihatan cukup capek.

Pada saat kami menghampiri mereka, Rudy dan Rama cukup kaget. Saya dan Adi kebingungan. Setelah mereka agak tenang Rudy mulai bercerita.

Mereka bertiga, Rudy, Rama dan Dany waktu turun, tiba-tiba melihat Adi di depan mereka. Mereka sangat yakin orang itu Adi, soalnya dia mengenakan baju yang sama, tas sama, dan juga membawa kamera yang sama persis dengan kamera yang dia bawa.

Bahkan orang yang mirip Adi itu pun menjawab ketika Rudy menegur Adi untuk berhenti sejenak untuk mengambil gambarnya. Adi itu hanya menjawab “Nanti saja di bawah fotonya. Mau cari tempat yang rata.” Akhirnya Adi terus berjalan turun. Karena khawatir terpisah jauh mereka bertiga memutuskan ikut Adi turun. Tetapi anehnya semakin mereka mengejar semakin tak terlihat sosok yang menyerupai Adi tersebut, sampai-samai mereka bertiga berlari untuk mengejar Adi tetap tidak tersusul juga.

Mereka pun kelelahan dan memutuskan untuk istirahat karena mereka berfikir saya sendirian di belakang. Dany memutuskan mengejar Adi itu karena dia masih merasa masih kuat dan dia pun melanjutkannya sendirian.

Tidak lama, barulah saya dan Adi muncul dari atas, bertemu mereka berdua duduk di situ.

Jadi siapa orang yang Dany kejar?

Khawatir terjadi hal-hal buruk, kami ber-empat bergegas lari turun untuk mengejar Dany sambil memanggil namanya. Kami sanngat khawatir karena ini adalah pendakian pertamanya walaupun bisa dibilang pada saat itu pendakian sedang ramai. Sering dengar cerita, makhluk halus menyamar menjadi orang yang dikenal, untuk disesatkan.

Untungnya! Untungnya kami bertemu Dany yang sedang istirahat di warung basecamp di Cibodas. Kami pun lega dia baik-baik saja. Dany mengaku seperti dibuat bingung dan sudah bolak-balik dari warung ke pos pertama dua kali tetapi tidak bertemu dengan Adi karena dia yakin yang dilihatnya sewaktu setelah melewati air panas adalah Adi. Untunglah dia tidak dibelokkan ke jalur lain…

Dari pengalaman ini kami mencoba introspeksi diri apa yang salah. Kalau dilihat dari ketiga teman saya tersebut, memang ada beberapa yang dilanggar. Misalnya Dani yang sesumbar bisa menaklukkan gunung, atau Rama yang terus berbicara bahasa kotor. Mungkin saja mereka bertiga diberi pelajaran.

Tetapi yang pasti kami sangat bersyukur tidak terjadi apa-apa dengan mereka.

-Akbar